Penyidik Tunggu Hasil Cek Fisik Dugaan Korupsi DBHCHT Distanbun NTB

Mataram (NTBSatu) – Penyidikan dugaan korupsi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) di Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB masih berkutat di tahap penyidikan.
Terbaru, penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB masih menelusuri unsur perbuatan melawan hukumnya. “Penangananya masih sama. Masih menunggu hasil cek fisik,” kata Kasi Penerangan Hukum Kejati NTB, Efrien Saputera, Senin, 19 Februari 2024.
Saat disinggung penyidik menggandeng ahli dari mana untuk melakukan cek fisik pengadaan sejumlah alat pendukung pertanian, dalam pengelolaan dana tahun anggaran 2022 tersebut, Efrien mengaku tidak mengetahui pasti.
“Cuma itu aja yang dijawab dari pidsus (masih menunggu hasil cek fisik),” tandasnya.
Informasi yang diterimanya, penyidik Kejaksaan telah memeriksa puluhan saksi dalam kasus tersebut. Namun saat ditanya siapa saja dan berapa jumlahnya, lagi-lagi Efrien mengaku tidak mengetahuinya.
Sebagai informasi, penyaluran DBHCHT pada Distanbun NTB tahun anggaran 2022, salah satunya berkaitan dengan sarana penunjang produksi pertanian dan perkebunan, yakni pengadaan bantuan mesin rajang tembakau dan tungku oven tembakau. Anggarannya mencapai Rp8,3 miliar.
Berita Terkini:
- Ancaman Hutan Terakhir Kota Bima di Tengah Anggaran BTT yang Terkuras
- Peredaran Rokok Ilegal di Mataram Gunakan Modus Baru, Kenali Ciri-cirinya agar Tak tertipu
- Belajar dari Cepe Rima-Karawi’i Ri’i, Model Deep Learning Berbasis Kearifan Lokal Bima-Dompu
- Selain G30S/PKI, Simak 10 Daftar Film Perjuangan Indonesia Terbaik Sepanjang Masa
Rinciannya, Rp2,3 miliar untuk pengadaan mesin rajang tembakau sebanyak 92 unit. Alat itu dibagikan ke kelompok tani tembakau yang ada di wilayah Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa.
Sedangkan sisa Rp6 miliar, peruntukannya untuk tungku oven tembakau. Jumlahnya sekitar 300 unit yang disebar ke kelompok tani wilayah Lombok Tengah dan Lombok Timur.
Pengusutan dilakukan dengan dugaan alat tidak dapat dipergunakan dan juga ada dugaan penyaluran yang tidak tepat sasaran. (KHN)