“Sehingga terasa pada rakyat,” jelas Fahri.
Dengan begitu, sambungnya, terkadang yang dirasakan rakyat bukan lagi yang berkaitan dengan materil.
“Bahwa memiliki pemimpin yang membanggakan itu cukup. Kadang-kadang,” katanya.
Dengan begitu, meski tidak diharapkan, pemimpin secara otomatis akan mendapat pertolongan maupun bantuan dari rakyatnya.
“Tidak diharapkan. Pemerintahan justru dibantu,” paparnya.
Berita Terkini:
- Jaksa Tahan Eks Pimpinan Cabang BSI di Lapas Lombok Barat
- Kejati NTB Angkut Eks Pimpinan BSI Cabang Mataram di Semarang Dugaan Korupsi KUR Rp8,2 Miliar
- Nelayan Sekaroh Lotim Menjerit, 10 Tahun PT Autore Diduga Merompak Mutiara Senilai Ratusan Miliar
- Polisi Minta BPKP Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB
Karena itulah, menurut Fahri, saat ini ada kerusakan pesan tentang kepemimpinan di Indonesia. Pasalnya, alat tukar antara pemimpin dan rakyat adalah kejujuran.
“Alat tukar rakyat dan pemimpin adalah kejujuran, wibawa, kehormatan pemimpin itu sendiri,” tutupnya. (KHN/*)