Mataram (NTBSatu) – Wakil Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Ervyn Kaffah mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melaporkan kepada publik upaya pembenahan yang telah dilakukannya terkait 39 pejabat Kemenkeu praktik rangkap jabatan di sejumlah BUMN.
Sebelumnya, sekitar delapan bulan lalu pada awal Maret 2023, Seknas Fitra telah mempertanyakan praktik rangkap jabatan yang semestinya mendapatkan supervisi dari kementerian tersebut.
Fitra menyebut bahwa pendapatan para pejabat Kemenkeu yang menjadi Komisaris BUMN mencapai 20 kali lipat dari gaji mereka setiap bulannya sebagai staf kementerian.
“Sudah delapan bulan sejak kami umumkan temuan tersebut. Kami berharap ada akuntabilitas. Tentunya publik ingin tahu, apa kebijakan yang sudah diambil Ibu Sri untuk menangani situasi tersebut,” kata Ervyn.
Apalagi, sebelumnya pihaknya memantau Sri Mulyani juga telah mengumpulkan dan memperoleh masukan dari sejumlah kalangan dengan integritas teruji terkait banyak pertanyaan mengenai aliran dana Rp 400 triliun. Termasuk soal rangkap jabatan tersebut.
Berita Terkini:
- Dua Mahasiswa FAI Ummat Raih Prestasi Gemilang di MTQ Mahasiswa Nasional 2024
- Petugas Pengamatan Sebut tak Ada Erupsi dan Gempa di Gunung Sangeangapi
- BPBD: Kebakaran Ilalang, Bukan Erupsi Gunung Sangeangapi
- Satpol PP NTB Berantas 7.612 Batang Rokok llegal di Lombok Tengah
“Apa sudah ada pembenahan? Kalau pejabat yang bergaji Rp90-100 juta setiap bulan dibolehkan menjadi komisaris dan mendapat gaji lebih dari dua miliar sebulan, Iiu menabrak rasa keadilan. Tugas Ibu Menteri memperbaiki situasi tersebut,” ujar pria yang dikenal sebagai pegiat anti-korupsi tersebut.
Menurut Ervyn, dalam masa kampanye Pemilu sekarang ini, supervisi dan pengawasan terhadap kerja BUMN harus lebih diperketat. Alasannya, karena dalam momentum politik pemilihan, kinerja fiskal biasanya melambat, sehingga peran BUMN untuk ikut mendukung pertumbuhan ekonomi dalam masa-masa tersebut sangat penting.
Diketahui, momentum politik selalu berbanding terbalik dengan kinerja fiskal, paling sering terjadi di daerah. Kualitas belanja sampai saat ini masih buruk karena pengendalian kegiatan APBN/APBD belum berjalan baik.
“Selain membutuhkan konsentrasi dari para pejabat Kemenkeu mengenai hal ini, Ibu Sri dan pejabat Kemenkeu kami harapkan bisa lebih fokus dan ketat dalam mendorong dan mensupervisi kinerja BUMN. Agar bisa mendukung kelemahan kontribusi belanja pemerintah kepada pertumbuhan ekonomi,”pungkas Ervyn.