Mataram (NTB Satu) – Lebaran Ketupat menjadi salah satu upacara keagamaan sekaligus kebudayaan yang paling ditunggu-tunggu setelah perayaan Idulfitri.
Upacara yang dilaksanakan seminggu setelah Idulfitri itu merupakan produk kebudayaan Nusantara yang sarat makna, sehingga penting untuk diketahui.
Sejarah Lebaran Ketupat
Mengutip NU Online, sejarah Lebaran Ketupat berawal dari Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan upacara itu kepada masyarakat Jawa.
Lebaran Ketupat dirayakan pada satu minggu setelah Idulfitri, yakni pada 8 Syawal setelah melaksanakan puasa sunnah selama enam hari.
Sehingga tahun ini, Lebaran Ketupat dilaksanakan pada Sabtu, 29 April 2023.
Makna Lebaran Ketupat
Menurut pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Buntet Pesantren, Subchi A Fikri, ketupat Lebaran bukanlah sekadar menjadi makanan khas Hari Raya Lebaran, melainkan memiliki makna khusus.
Disebutkan, ketupat atau kupat dalam Bahasa Jawa merupakan singkatan dari “ngaku lepat” dan “ngaku papat”.
Ngaku lepat bermakna mengakui kesalahan dan ngaku papat memiliki arti empat tindakan dalam perayaan Lebaran.
Pertama, Lebaran. Ini bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar.
Kedua, Luberan. Istilah ini berarti meluber atau melimpah, yang menjadi simbol ajaran bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah menjelang Idulfitri, selain menjadi ritual wajib bagi Muslim, juga sebagai wujud kepedulian kepada sesama manusia.
Ketiga, Leburan. Kata ini memiliki makna habis dan melebur. Maksudnya, pada momentum Lebaran, dosa dan kesahalan akan melebur dan habis karena setiap Muslim dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Keempat, Laburan. Istilah ini berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air dan pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.
Selain itu, Subchi menyebutkan beberapa makna filosofis dari ketupat. Ia menyebut, ketupat mencerminkan beragam kesalahan manusia. Hal ini bisa terlihat dari rumitnya membuat bungkusan ketupat.
Tradisi Lebaran Ketupat atau Bakda Kupat merupakan simbolisasi ungkapan dari bahasa Jawa.
Simbolisasi ini digunakan Sunan Kalijaga dalam menyiarkan ajaran Islam di Jawa yang pada waktu itu masih meyakini kesakralan dari ketupat.
Asimilasi budaya dan keyakinan itu, kata Subchi, pada akhirnya mampu mengantarkan kesakralan umat Islam merayakan Idulfitri sebagai momentum yang tepat untuk saling meminta maaf, mengakui kesalahan, dan saling berbagi kepada sesama. (RZK)