Mataram (NTBSatu) – Produksi madu dari lebah liar semakin kritis. Dugaanya akibat dari makin rusaknya hutan. Padahal, negara secara resmi telah mengakui madu Sumbawa sebagai salah satu kekayaan di Indonesia.
Ketua Jaringan Madu Hutan Sumbawa (JMHS) Provinsi NTB, Rakib mengemukakan, dalam beberapa tahun terakhir produksi madu alam Sumbawa mengalami penurunan drastis dan terjadi secara terus menerus.
Penurunan produksi ini menurutnya, tidak lepas dari imbas makin rusaknya hutan serta perubahan iklim.
Produsi madu alam pada tahun 2015 bisa mencapai puluhan ton dalam setahun, khusus dari hutan di Kabupaten Sumbawa. Belum termasuk produksi madu alam dari hutan di daerah-daerah lainnya di Provinsi NTB.
Jika dihitung dengan rupiah, harga madu Rp250.000 perliter atau setara dengan Rp250 juta per ton.
“Sekarang produksi madu alam Sumbawa hanya 1 ton, sampai 2 ton setahun. Dulu perputaran uang dari hasil penjualan madu tinggi, sekarang semakin berkurang,” kata Rakib di Mataram, Sabtu1 April 2023.
JMHS beranggotakan seribuan orang petani madu. Karena semakin minimnya produksi madu alam, banyak yang beralih menjadi petani komoditas pertanian tanaman pangan. Melalui jaringan anggota ini, kata Rakib, madu-madu hasil buruan di hutan dikumpulkan dan dijual.
“Ada outlet penjualan kami untuk lokal, di Jakarta kami juga bermitra untuk penjualan madu alam Sumbawa. Sekarang karena produksi semakin berkurang, kadang-kadang untuk memenuhi permintaan di dalam daerah saja tidak bisa,” ungkapnya.
Selain dijual eceran, madu alam Sumbawa juga dijual dalam bentuk kemasan. Pasarnya umumnya ke berbagai daerah di Indonesia.
Seperti diketahui, madu Sumbawa memperoleh sertifikat indikasi geografis dari Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. Dengan demikian, madu Sumbawa sudah dilindungi oleh undang undang.
Madu Sumbawa tersebut memiliki ciri khas yang hanya ada di daerah ini seperti kandungan airnya kurang dari 20%. Dengan adanya perlindungan HaKI itu, berarti memberikan perlindungan juga kepada konsumen, sehingga konsumen bisa mendapatkan barang asli dan berkualitas serta terhindar dari barang palsu.
“Sayang sekali, kita sudah mendapat sertifikat IG, tapi produksi madu kita makin mengkhawatirkan,” katanya.(ABG)
Lihat juga:
- Kisah Binda Nitasari, Mahasiswi STKIP Tamsis Bima Lulus 3,5 Tahun di Tengah Keterbatasan
- Ternyata Ini 15 Perusahaan Tempat Kerja Terbaik di Indonesia 2025
- Selain Jumbo, Ini Lima Film Indonesia Terlaris Sepanjang Sejarah
- PLN Icon Plus Bersama Gubernur Bali Genjot Energi Baru Terbarukan dan Digitalisasi Daerah
- Rayakan Hari Kebangkitan Nasional, PLN Beri Diskon Tambah Daya hingga 50 Persen