Mataram (NTB Satu) – Bio Farma menjadi salah satu narasumber pada kegiatan 14th International Rotavirus Symposium yang diselenggarakan atas kolaborasi Bill & Melinda Gates Foundation (BMGF), Murdoch Childrens Research Institute (MCRI) dan Sabin Vaccine Institute pada 14 hingga 16 Maret 2023 di Bali.
Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 300 peserta yang terdiri dari para peneliti dan pemangku kepentingan dari dalam dan luar negeri.
Para peserta merupakan pihak yang berkepentingan untuk memberikan informasi terbaru tentang hasil penelitian terkini terkait rotavirus dan hasil percobaan vaksin baru.
Selain itu juga soal pendekatan terkini vaksin rotavirus, pendanaan penelitian dan introduksi vaksin baru, serta isu lainnya yang relevan mengenai perkembangan vaksin rotavirus.
Hadir sebagai narasumber, Senior Executive Vice President (SEVP) Penelitan dan Pengujian Bio Farma, Adriansjah Azhari yang mengangkat tema “Development of The Neonatal Rotavirus Vaccine at PT Biofarma”.
Tema tersebut meliputi pembahasan mengenai kontribusi penting PT Bio Farma sebagai Perusahaan BUMN Farmasi yang diamanahkan oleh pemerintah untuk mengembangkan vaksin rotavirus dalam rangka partisipasi aktif Indonesia dalam memerangi rotavirus serta kemajuan dan tantangan global yang dihadapi.
Adriansjah menyampaikan terkait pengembangan vaksin rotavirus di Bio Farma yang merupakan hasil kolaborasi produksi anak bangsa, serta memiliki beberapa keunggulan dibandingkan vaksin rotavirus lainnya.
“Vaksin rotavirus buatan Bio Farma dapat diberikan pada bayi berumur 0 bulan, 1 bulan, 2 bulan. Dimana saat ini, semua vaksin rotavirus lainnya di dunia baru bisa diberikan pada bayi berumur 2,3,4 bulan,” ujar Ardiansjah.
“Hal tersebut akan memberikan proteksi yang jauh lebih baik pada bayi atas paparan virus rota.”
Kelebihan lainnya, lanjut Ardiansjah, yang menjadikan vaksin rotavirus buatan Bio Farma terdepan yaitu satu-satunya vaksin rotavirus yang memakai bahan-bahan yang tidak mengandung unsur babi (porcine free).
Sehingga kedepannya saat vaksin tersebut diluncurkan, diharapkan menjadi vaksin rotavirus halal pertama di dunia.
“Kelebihan lainnya yaitu pengembangan vaksin ini mulai dari hulu ke hilir dilakukan di dalam negeri, sehingga nilai TKDN tinggi dibandingkan vaksin lainnya yang import sehingga terus dapat mendukung ketahanan dan kemandirian dalam negeri,” tutur Adriansjah.
Kata Ardiansjah, Bio Farma melakukan kolaborasi transfer teknologi dengan Murdoch Children’s Research Institue (MCRI) dalam pengembangannya.
Saat ini pengembangan vaksin rotavirus dalam tahap uji klinis fase 3 yang bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada dan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Uji klinis ini bertujuan untuk menilai efikasi vaksin pada 1.400 bayi baru lahir dengan periode pengamatan hingga usia 18 bulan.
Harapannya vaksin rotavirus yang dikembangkan oleh Bio Farma dapat menjadi salah satu program vaksinasi nasional agar dapat melindungi sejak dini generasi muda bangsa dari kematian dan keparahan penyakit gastroenteritis akibat infeksi rotavirus.
Rotavirus masih menjadi salah satu penyebab paling umum dari diare yang parah dan fatal pada anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia.
Sejak diseleggarakan pertemuan di Minsk, 28 negara tambahan telah memperkenalkan vaksin rotavirus, sehingga total global menjadi 123 negara di seluruh dunia.
Namun, kurang dari separuh negara di kawasan Asia Tenggara yang secara rutin menggunakan vaksin rotavirus.
Secara global, terlepas dari rekomendasi WHO bahwa vaksin rotavirus harus dimasukkan ke dalam program imunisasi nasional setiap negara, namun 58,6 juta anak di dunia tidak memiliki akses terhadap vaksin yang dapat menyelamatkan nyawa ini.
Pada pertemuan 14th International Rotavirus Symposium ini, para peneliti dari berbagai negara menampilkan hasil penelitian terbarunya terkait pengembangan vaksin rotavirus, studi trial, surveilans serta epidemiologi di dunia.
Kemudian hambatan dan faktor pendukung untuk introduksi vaksin pada masyarakat, masalah dalam kebijakan dan implementasi vaksin, kemajuan dalam imunologi dan virologi, serta dampak dan keamanan vaksin.
Melalui adanya simposium ini, para ahli dari seluruh dunia berdiskusi dan memperdebatkan langkah-langkah selanjutnya dalam upaya mencegah kematian anak-anak akibat rotavirus. (RZK)