Mataram (NTB Satu) – Tim Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB turun ke Bima. Tim Kejati NTB mengklarifikasi Sekretaris Dewan (Sekwan), Edy Tarunawan terkait kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan 45 anggota DPRD Bima.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati NTB, Efrien Saputera menjelaskan, tim Pengumpulan Data dan Keterangan Kejati NTB sudah mengklarifikasi beberapa orang.
Saat ini, tim sedang menyusun laporan untuk diserahkan ke Kajati NTB, Nanang Ibrahim Soleh. “Masih buat laporan hasilnya (turun ke Bima, red),” ungkap Efrien, Jumat, 10 Februari 2023.
Meski begitu, Efrien mengaku belum mengetahui isi laporan tim yang turun tersebut. “Tim kejaksaan juga meminta keterangan salah satu anggota ketua komisi DPRD Bima,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bima, Rafidin membenarkan adanya tim kejaksaan yang turun pekan lalu. “Saya juga yang menerima tim kejaksaan,” ungkap Rafidin.
Rafidin mengaku telah menjelaskan kepada tim kejaksaan terkait tunjangan perumahan dewan tersebut. Dia mengatakan, awalnya pihak kejaksaan menyangka anggota dewan sudah memiliki rumah dinas, dan mendapat anggaran sewa rumah.
“Kami sudah jelaskan bahwa kami hanya dapat tunjangan perumahan. Dan mereka baru tahu itu setelah mendapat penjelasan langsung dari kami,” terangnya.
Kendati demikian, Rafidin mendukung kejaksaan mendalami terkait adanya dugaan korupsi dalam penggunaan anggaran tunjangan sewa rumah anggota DPRD Bima. “Saya dukung dibongkar kalau ada tindak pidana korupsinya,” tegas Rafidin.
Sebagai informasi, dugaan korupsi tunjangan perumahan dewan tersebut dilaporkan masyarakat ke Kejati NTB, Senin, 7 November 2022. Masyarakat juga menyerahkan sejumlah dokumen kepada petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejati NTB.
Dalam dokumen pelaporan itu, masyarakat melaporkan Sekwan dan 45 anggota DPRD Bima. Dalam uraian laporan, Pemda Bima mengalokasikan anggaran tunjangan perumahan anggota DPRD tahun 2021 sebesar Rp5,9 miliar. Dengan rincian setiap anggota dewan mendapatkan anggaran tunjangan perumahan dengan total Rp132 juta per tahun.
Namun, menurut pelapor, tidak sedikit anggota DPRD yang menempati rumah pribadi. Sehingga, pelapor menduga ada ketidakwajaran penggunaan dana tunjangan perumahan wakil rakyat tersebut.
Selain itu, pelapor juga menyebutkan total alokasi anggaran tunjangan perumahan DPRD selama dua tahun sebesar Rp11,940 miliar. Dari penggunaan anggaran tersebut, pelapor menduga ada indikasi tindak pidana korupsi sekitar Rp5 miliar lebih. (KHN)