Mataram (NTB Satu) – Penyidik tindak pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kembali memanggil mantan Kepala Cabang BNI Mataram inisial AM. Sebelumnya, AM ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif jagung di Lombok Timur (Lotim) tahun 2020-2021.
“Benar, tadi tersangka AM kembali diperiksa penyidik,” ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati NTB, Efrien Saputera, Senin 14 November 2022.
Diterangkan Kasi Penkum, AM mulai diperiksa penyidik sekitar pukul 11.00 Wita. Tersangka terpantau masuk ke mobil tahanan Kejati NTB mengenakan rompi tahanan dan dikawal pegawai Kejati, serta penasihat hukumnya untuk dibawa kembali ke Lapas Mataram sekitar pukul 16.36 Wita.
Diketahui sebelumnya, penyidik juga sempat melakukan pemeriksaan kepada AM. Hal itu dilakukan guna melengkapi berkas tersangka lainnya yaitu LIRA, mantan Bendahara HKTI NTB. Namun kali ini ia dihadirkan untuk melengkapi berkas perkaranya sendiri.
“Ada yang dirasa kurang sehingga penyidik kembali memeriksa tersangka untuk kelengkapan berkas perkaranya sendiri,” tutur Efrien.
Untuk diketahui, kasus yang ditangani Kejati NTB atas adanya laporan masyarakat, terutama para petani yang menjadi korban pengajuan KUR fiktif di BNI. Permasalahannya yaitu para petani kesulitan untuk mendapatkan akses pinjaman di bank.
Hal tersebut disebabkan karena para petani telah tercatat namanya sebagai penerima pinjaman KUR di BNI. Padahal para petani sama sekali tidak pernah menerima dana KUR tersebut.
Total jumlah petani tembakau yang tercatat sebagai penerima KUR fiktif ini sekitar 460 orang. Sebagian besar adalah petani tembakau di Kecamatan Keruak dan Jerowaru. Dari jumlah tersebut total pinjaman KUR fiktif yang menjual nama petani ini mencapai Rp16 miliar lebih.
Kasus ini bermula pada Agustus 2020. Ketika itu, Dirjen salah satu kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, Dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.
Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit. Untuk petani jagung sekitar 622 orang yang tersebar di lima desa. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp15 juta per hektare dengan total luas lahan mencapai 1.582 hektare.
Sementara petani tembakau yang tercatat sebagai penerima KUR ini sekitar 460 orang. Sebagian besar adalah petani tembakau di Kecamatan Keruak dan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan dana KUR mulai Rp30 juta sampai Rp50 juta per orang.
Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di lima desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker yaitu CV. Agro Briobriket dan Briket (ABB) serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR. Sementara untuk petani tembakau melalui BNI Cabang Praya.
Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu CV ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.
Namun persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjaman di BRI tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di BNI. Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu.
Dalam kasus ini, dua orang sudah ditetapkan tersangka, di antaranya mantan Kepala Cabang Bank BNI Mataram inisial AM dan dan Bendahara HKTI NTB inisial LIRA. Atas kasus dugaan korupsi ini, Kejati menaruh potensi kerugian negara sebesar Rp29,95 miliar.
Sebagai tersangka, keduanya disangkakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (MIL)