Mataram (NTB Satu) – Hari ini, tepat empat tahun lalu pada 29 Juli 2018 pukul 6.47 Wita terjadi gempa bumi tektonik dengan magnitudo 6,4 mengguncang Lombok.
Hari itu menjadi awal dari ribuan gempa susulan hingga mencapai puncaknya dengan magnitudo 7,0 pada 5 Agustus 2018 pukul 18.45 Wita. Dari ribuan gempa itu, setidaknya ada enam guncangan dengan magnitudo lebih dari 5,5.
Akibat gempa yang sebagian besar terjadi di Lombok Utara itu, Badan Penanggulangan Bencana Nasional mecatat korban jiwa sebanyak 460 orang meninggal dunia, 7.733 korban luka-luka dan 417.529 orang mengungsi.
Sedangkan 71.962 unit rumah rusak, 671 fasilitas pendidikan rusak, 52 unit fasilitas kesehatan, 128 unit fasilitas peribadatan dan sarana infrastruktur. Total kerugian ditaksir hingga triliunan rupiah.
Begitu banyak kejadian menyayat hati pada hari-hari kelam tersebut, mulai dari orang tua yang tertimpa bangunan karena hendak menyelamatkan anaknya, jemaah yang tertimpa bangunan masjid saat sedang beribadah, dan suasana di lokasi pengungsian yang membuat banyak relawan harus menghela napas panjang.
Gempa yang dipicu oleh aktivitas sesar naik di utara Lombok dan Bali itu membuat segala sektor terluluh lantak. Kunjungan wisatawan yang tidak ada sama sekali, fasilitas pendidikan yang rusak, banyak keluarga yang ditinggal oleh tulang punggungnya, masalah kesehatan yang timbul akibat lamanya tinggal di pengungsian, rusaknya akses transportasi, hingga rasa trauma yang mendalam.
Keterpurukan tersebut berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya, terlebih dengan datangnya pandemi Covid-19 yang membuat permasalahan semakin keruh. Namun perlahan kini, masalah-masalah tersebut mulai terpetakan dan masyarakat Lombok pun perlahan kembali ke kondisi yang semakin baik.
Meski begitu, hari-hari yang akan selalu diingat oleh segenap warga Lombok itu telah menitipkan pelajaran, setidaknya dalam hal mitigasi bencana alam. (RZK)
