Mataram (NTB Satu) – Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, persentase penduduk miskin di NTB pada Maret 2022 sebesar 13,68 persen, dengan jumlah sebesar 731,94 ribu orang. Angka tersebut menunjukkan jumlah masyarakat miskin di NTB relatif besar. Meski demikian, Gubernur NTB meminta jangan hanya melihat angka kemiskinan dari satu sisi saja.
Persentase kemiskinan 13,68 persen menurun sebesar 0,15 persen dibanding bulan September 2021. Angka tersebut juga turun sebesar 0,46 persen poin terhadap Maret 2021.
Jumlah penduduk miskin di NTB pada Maret 2022 sebesar 731,94 ribu orang berkurang 3,36 ribu orang terhadap September 2021 dan berkurang 14,72 ribu orang terhadap Maret 2021.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah S.E., M.Sc., mengatakan, melihat pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya sekadar dari angka statistik. Sebab, pertumbuhan ekonomi memiliki sub-sub bagian yang cukup variatif dan perlu jadi pertimbangan.
“Sebelum saya jadi Gubernur pun angka kemiskinan di NTB telah menunjukkan jumlah yang relatif sama,” ungkap Zulkieflimansyah, sesaat setelah menghadiri acara launching pembayaran pajak kendaraan bermotor melalui sistem QRIS di Kantor Bank Indonesia, Senin, 18 Juli 2022.
Apabila memang sejak dahulu NTB telah ditetapkan sebagai provinsi yang kaya namun tiba-tiba menjadi miskin, menurut Zulkieflimansyah hal tersebut memang perlu dipertanyakan.
Gubernur memandang, ekonomi di NTB tetap mengalami peningkatan walau tidak signifikan. Misalnya ketika Pandemi Covid-19, daerah lain cukup terdampak, namun NTB ditetapkan stabil. Salah satu penyebab dari kestabilan tersebut adalah ekspor yang dilakukan oleh PT. Amman Mineral.
“Selain itu, indikator dari data yang dirilis BPS pun masih sangat dapat diperdebatkan,” terang Zulkieflimansyah.
Sebenarnya, NTB diperkirakan dapat membuat pertumbuhan ekonomi melesat dengan pesat. Namun, hal tersebut sangat disayangkan apabila tidak dibarengi dengan proses industrialisasi yang mumpuni.
“Sekarang tinggal dipilih, apakah mau pertumbuhan ekonomi tinggi yang hanya menurut data BPS atau pertumbuhan ekonomi kecil namun produk-produk yang diolah dapat dibarengi dengan proses industrialisasi,” pungkas Zulkieflimansyah. (GSR)