Isvara Sajikan Kisah-Kisah Sederhana Lewat Album Mini Berjudul Kelana

Mataram (NTB Satu) – Lirik-lirik sendu dengan balutan kesederhanaan ditawarkan kelompok musik asal Lombok, Isvara melalui mini album berjudul Kelana. Mini album perdana mereka itu dirilis pada 11 Maret 2022 sebagai langkah awal Isvara masuk ke dunia musik di NTB.

Album mini Kelana berisi lima buah lagu yang diciptakan oleh Gerha Almira Latifa, bekerja sama dengan Ferdi Soewandi sebagai Music Programmer & Director. Di antara lima lagu tersebut, terdapat tiga judul yang sudah pernah dirilis secara terpisah, yakni Katakan, Ringkih, dan Kala. Lalu, pada rilis album mini Kelana, Isvara menambahkan dua judul, yaitu Maya dan Musim.

Sang gitaris, Gerha Almira Latifa mengatakan, secara umum, mini album Kelana menceritakan kisah-kisah sederhana, yang umumnya terjadi di perjalanan hidup manusia. Sumber penciptaan musik Isvara, rata-rata dilatarbelakangi oleh kejadian-kejadian bersifat personal. Pemilihan nama Kelana untuk mini album Isvara, merupakan representasi dari perjalanan manusia dalam mengarungi hidup.

Selain Gerha, Isvara juga terdiri dari Kiky Kirana sebagai vokalis dan Oktaviary sebagai pianis. Gerha berujar, tidak ada hal yang sifatnya terlalu istimewa atau spesial pada mini album tersebut. Hanya saja, semua lagu-lagu Isvara punya hubungan yang dekat dengan eksistensi manusia.

“Saya merasa itu sederhana. Dalam artian, semua orang mengalami. Tidak ada hal istimewa di situ (mini album Kelana),” ungkap perempuan yang dahulu bekerja di sebuah studio desain.

Komposisi musik yang diusung oleh Isvara memiliki kecenderungan lirik khas yang sendu. Kesenduan, dekat hubungannya dengan musik pop. Gerha mengatakan, sesuatu yang bersifat sendu, memang cocok dengan musik pop. Apabila Isvara memilih untuk menggunakan musik-musik yang bernada ceria untuk menggarap sesuatu yang bersifat sendu, hal tersebut tidak terlalu cocok.

“Pengamatan soal hal-hal yang bersifat negativity, itu mempengaruhi karakter Isvara dalam menulis lirik dan menciptakan musik. Isvara memilih menggambarkan fenomena (negatif) itu dengan lirik yang sendu. Hal-hal yang ceria, kayaknya kurang nyatu sama tema yang diusung Isvara,” urai Gerha.

Lebih lanjut, Gerha menceritakan, banyak orang yang berujar kepadanya, bahwa lirik-lirik yang terkandung dalam lagu-lagu Isvara, cenderung berat dan tak mudah dimengerti. Hal tersebut, tentu saja kontradiktif dengan yang diinginkan oleh Isvara terkait kesederhanaan itu. Respon apresian ternyata berbeda.

“Banyak orang bilang, lirik-liriknya Isvara agak berat. Kalau saya, memang tidak mau bikin lirik yang cepat tertebak oleh apresian. Tapi saya juga tidak mau terlalu rumit bahasanya. Jadi, saya memilih bahasa dan kata-kata yang sekiranya orang pernah dengar,” kata Gerha.

Pada umumnya, sesuatu yang sederhana, cenderung mudah untuk dimengerti. Jika sesuatu tak mudah dimengerti, maka hal tersebut tidak cukup sederhana. Akan tetapi, apa yang terjadi antara Isvara dan apresian, itu merupakan hal yang lumrah. Sebab, di dalam karya seni, tentu saja tak boleh ada intervensi soal penafsiran.

Gerha juga menceritakan, grup band Isvara berawal dari proyek iseng-iseng yang diniatkan untuk menggarap musik akustik. Lantaran merasa garing hanya bermodalkan instrumen piano dan gitar, maka Isvara menambah personil untuk menabuh drum.

“Awalnya itu dulu karena iseng ajakin teman buat bikin band dengan format akustik. Namun, setelah dibikin, kok malah garing, ya, karena cuma ada piano dan gitar. Setelah itu, akhirnya kami tambah personil drum,” ungkap Gerha, kepada ntbsatu.com, Minggu, 13 Maret 2022.

Seiring berjalannya waktu, Isvara mulai mengubah orientasi. Yang pada awalnya hanya sekadar proyek iseng-iseng, di kemudian hari Isvara secara serius memperhatikan tujuan dari kelompok mereka.

“Setelah agak lama berjalan, akhirnya kami kepikiran untuk diseriusin. Kami mulai bikin logo, lalu lagu-lagu mulai kami kirim ke spotify dan lain-lain, dan akhirnya serius sampai sekarang,” terang Gerha.

Single pertama yang dirilis oleh Isvara adalah lagu berjudul Katakan. Lantaran seluruh personil, pada waktu itu, merasa lagu tersebut sudah cukup matang untuk dikonsumsi khalayak. Lebih lanjut, Gerha menganggap lagu Katakan punya dinamika yang cenderung tidak biasa. Ketidakbiasaan tersebut, terletak pada akor per masing-masing bagan yang berbeda satu sama lain. Selain itu, menurut Gerha, lirik pada lagu Katakan cenderung lebih mudah dimengerti dibandingkan lagu-lagu milik Isvara yang lain.

Isvara lebih memilih untuk merilis album mini daripada merilis album utuh. Gerha mengatakan, perilisan album mini Kelana merupakan bentuk pengenalan kepada khalayak serta langkah awal Isvara untuk masuk ke dalam arus permusikan NTB secara khusus, Indonesia dan dunia pada umumnya. Selain itu, Gerha merasa, perilisan album, jauh lebih berat daripada mini album.

“Mini album ini menurut kami, hanya sebatas pengenalan. Jadi, kami ngenalin dunianya Isvara itu kayak bagaimana. Album itu, kan, berat. Album itu ibarat perupa yang membuat pameran. Tetapi, secara garis besar, album mini mungkin tampak sama dengan album. Hanya saja, skalanya lebih kecil,” ungkap Gerha.

Ke depannya, sebelum merilis album, Isvara berencana akan segera membuat release party dengan cara tur di beberapa kota, tak harus di luar NTB. Selepas itu, pada akhir tahun nanti, barulah Isvara akan memfokuskan diri untuk proses produksi guna menyiapkan album.

Tanggapan tentang Kelana

Tanggapan mengenai musik album mini Kelana milik Isvara muncul dari dosen musik, Yuga Anggana. Kepada ntbsatu.com, awalnya ia mengira Isvara adalah proyek solo yang berkarakter pop modern dan bukan sebuah kelompok musik. Sebab, hal dominan yang tampak lagu-lagu Isvara adalah suara vokal. Sedangkan, musik diposisikan sebagai pengiring sang vokalis. Terlebih, instrumen yang digunakan Isvara, semata-mata virtual, seperti penyintesis dan lain-lain.

“Jika saya tidak mengenal mereka, awalnya saya kira Isvara adalah nama seorang penyanyi perempuan. Bagaimana tidak, hal pertama yang dominan dalam musik mereka adalah suara vokal. Sedangkan musik benar-benar diposisikan sebagai pengiring sang vokalis. Terlebih, instrumen yang digunakan pun kebanyakan menggunakan instrumen virtual (MIDI), synth, loop, dan sejenisnya,” jelas Yuga Anggana, Senin, 28 Maret 2022.

Yuga memaparkan, perkara tersebut bukan mengenai bagus atau pun tidak. Baginya, Isvara berhasil mem-branding kelompok musik mereka menjadi unik. Personil yang seluruhnya perempuan, serta musik dengan penggunaan instrumen futuristik namun timbre yang berkesan vintage, lalu berpadu dengan karakter vokal pop masa kini. Kemudian, penggunaan akor pada setiap lagu yang begitu progresif, menjadikan instrumen Isvara yang memakai teknik looping, tidak menjadi monoton.

Perkara teks yang termaktub dalam lagu-lagu milik Isvara, Yuga menyebut diksi-diksi yang disusun tidak mudah dicerna. Meski tetap terasa pop dan mainstream, ia menilai instrumen hingga lirik lagu-lagu Isvara cenderung sesuai untuk kalangan dengan daya intelektual dan musikal menengah ke atas.

“Soal teks lagu, bagi saya diksi-diksi yang dipilih Isvara juga tidak bisa dianggap kacangan dan mudah dikunyah. Setidaknya, di beberapa bagian lirik kerap membuat dahi saya mengkerut, dan merenungkan pesan dan makna yang hendak mereka sampaikan,” pungkas Yuga.

Berbeda dengan Yuga Angga, penyair, Ilda Karwayu mengatakan, lirik lagu-lagu Isvara cenderung mudah dicerna. Juga upaya dari penggarap lirik untuk bermain-main di perkara rima cukup terlihat.

“Lirik-liriknya mudah dicerna, sih. Keliatan juga upaya si penggarap lirik bermain-main dengan rima. That’s great!” ungkap Ilda, dihubungi langsung ntbsatu.com, Senin, 28 Maret 2022.

Walaupun begitu, Ilda memperhatikan, ada bagian di mana Isvara, kurang tepat dalam menyusun lirik lagu mereka, sehingga rangkaian makna tidak terjalin dengan utuh. Contohnya seperti pada lagu Katakan, yang tidak tepat dalam menyusun nomina, adjektiva, serta verba. Bahkan, Ilda sempat merasa kesal dengan penyusunan lirik yang tidak tepat tersebut.

“Salah satu yang saya temuin: ‘manusia bukan sempurna’ dalam lagu Katakan. Seharusnya, penggarap lirik menulis ‘manusia tidak sempurna’. Karena setelah ‘bukan’ itu mestinya kata benda (nomina), bukan kata sifat (adjektiva) atau kata kerja (verba). Penggunaan satu diksi yang kurang tepat ini bikin kesal pas simak lagunya,” jelas penyair yang baru saja merilis buku Binatang Kesepian dalam Tubuhmu (GPU 2020).

Ilda melanjutkan tanggapannya soal lagu favoritnya yang termaktub dalam mini album Kelana, yakni Kala. Menurut Ilda, lagu Kala punya ketukan pembuka yang berbeda dari empat lagu lainnya. Selain itu, lirik lagu Kala pun sudah beres dan tidak meninggalkan masalah apapun, sehingga membuka ruang interpretasi bagi pendengar. Selain itu, sentuhan musik jazz yang kental membuat lagu Kala, setidaknya, terdengar unik di telinga Ilda.

Terakhir, terlepas dari dua pendapat yang cukup berbeda, pengelola akun platform Konser Lombok, Cholenesia mengatakan, sangat menikmati album mini Kelana milik Isvara. Cholenesia juga menyebut, apa yang digarap oleh Isvara, merupakan hal baru di Lombok.

Ditanya mengenai apakah yang dimaksud sebagai hal baru, Cholenesia menyebut warna musik Isvara dipengaruhi oleh dua orang, Gerha dan Ferdi. “Dari tawaran warna musiknya Isvara di sini (Lombok) terkesan baru aja. Keterlibatan Gerha sama Ferdi besar sekali, sampai saya mikir Isvara ini mereka berdua,” tutup Cholenesia. (GSR)

Exit mobile version