Hukrim

Kisah Panti Asuhan di Sumbawa Barat, Diduga Dieksploitasi Ratusan Juta, Laporan Polisi Ditolak

Mataram (NTB Satu) – Fatmawati, seorang perempuan pendiri Yayasan Al-Balad (YAB) di Kecamatan Taliwang Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mengeluhkan tindakan salah satu yayasan ternama inisial YPA. Yayasan itu diduga mengeksploitasi panti asuhan yang dikelolanya.

Fatmawati bersama suaminya, Bagus, datang ke Kota Mataram untuk mengadu dan meminta keadilan yang sedang menimpa dirinya dan panti asuh yang dipimpinnya saat ini.
Dikonfirmasi ntbsatu.com, Rabu, 2 Maret 2022, Fatmawati bercerita cukup panjang tentang hubungannya dengan YPA.

IKLAN

Hibungan YAB dengan YPA berawal dari tiga anak asuh YAB di KSB yang dipindahkan ke YPA Lombok pada tahun 2019 lalu karena ibu dari anak tersebut dibawa ke Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB lantaran depresi.

“Ibu dari anak tersebut dikirim ke rumah sakit jiwa di Kota Mataram guna mempermudah komunikasi antara anak dan orang tua, akhirnya anak tersebut juga dipindahkan ke YPA Lombok,” katanya.

Untuk mengetahui kondisi anak asuhnya, beberapa bulan kemudian Fatmawati datang ke YPA Lombok. Dan setelah itu, ia mengaku berkenalan dengan CF selaku pendiri YPA.

“Pada waktu itu kami berhubungan baik bahkan Pak CF pun berkunjung ke panti kami dan menawarkan agar anak-anak asuh kami dibawa berlibur ke Mataram. Semua biaya katanya ditanggung oleh YPA,” ujar Fatmawati.

IKLAN

Awal Mula Eksploitasi

Kemudian hubungan YAB dan YPA semakin terjalin baik saat YPA menawarkan bantuan pembangunan Musala di YAB. Namun, usut punya usut, anggaran pembangunan Musala itu ternyata didapatkan dari hasil penggalangan dana oleh YPA melalui salah satu aplikasi sosial kenamaan.

“Kami tidak berpikir ketika itu pihak YPA menggalang dana melalui aplikasi itu dengan kampanye tentang Musala yang sedang kami bangun,” jelasnya.

Menurutnya, jumlah uang yang terkumpul hasil galang dana oleh YPA dari aplikasi tadi sebesar Rp137 juta. “Kami diberi Rp100 juta, itu pun bertahap sesuai progres, dengan nilai Rp25 juta per progress. Tapi disitu kami tidak mempermasalahkan walaupun uang hasil penggalangan dapat Rp137 juta,” tandasnya.

Tak berhenti di situ, Fatmawati juga ditawari YPA bantuan pembangunan asrama atau rumah singgah untuk YAB.

“Waktu itu kami diminta buat RAB asrama panti dan bahkan sampai kami memanggil arsitektur untuk menggambar dan membuat RAB-nya. Setelah selesai gambar dan biayanya maka kami kirim ke Pak CF melalui WhatsApp dengan nilai Rp500 juta,” ungkapnya.

Tetapi, pihaknya saat itu tidak mengetahui bahwa YPA kembali melakukan penggalangan ke aplikasi itu untuk pembangunan asrama YAB. Setelah itu, Fatmawati dimintai wawancara dan divideokan oleh YPA untuk menjelaskan kehidupan di panti asuhan.

Tanpa disangka-sangka oleh Fatmawati, video wawancara tersebut ternyata muncul sebagai konten di aplikasi tersebut untuk menghimpun bantuan masyarakat.

“Setelah sekian bulan kami tau uang hasil penggalangan dana sudah mencapai Rp500 juta dan kami menanyakan bagaimana terkait pembangunan asramanya mereka selalu berkelit,” imbuhnya.

Setelah itu, lanjut Fatmawati, YPA tetap melanjutkan penggalangan melalui artikel yang dibuat oleh aplikasi itu dan diberhentikan saat dana sudah terkumpul sebesar Rp828 juta.

“Setelah dapat Rp828 Juta, mereka stop penggalangan tersebut dikarnakan kami selalu menanyakan terkait pembangunan asrama tersebut karena jelas uang yang dikumpulkan dari masyarakat itu adalah peruntukan pembangunan asrama,” tuturnya.

Namun, jumlah dana yang terkumpul tersebut ternyata tidak diserahkan sepenuhnya oleh YPA ke YAB. Fatmawati mengaku, ia hanya menerima uang, barang, dan bantuan lain dari YAP dengan total nilai kurang dari Rp. 200 juta.

Barang-barang yang diberikan YPA diantaranya, perlengkapan dapur, mainan anak-anak dan sepeda hingga anak asuh YAB dibawa liburan ke Lombok.

“Kami menanyakan terus kepada pihak YPA atas sisa uang tersebut agar dapat direalisasikan untuk pembangunan di asrama kami. Namun sampai saat ini itu semua hanya hisapan jempol belaka sehingga kami mencari keadilan dan melaporkannya ke pihak yang berwajib,” tegasnya.

Setelah YAB melapor kasus ini ke Polda NTB tahun lalu, respon Kepolisian tidak sesuai dengan harapan mereka. Menurutnya, tanggapan Polisi tidak melanjutkan proses kasus ini karena tidak ada unsur pidana yang ditemukan.

“Kami diberitahu oleh penyidik dan Kanit di Krimsus Polda NTB bahwa perkara yang kami adukan tidak mauk unsur pidananya,” katanya.

Tak hanya itu, kekecawaan Fatmawati semakin menjadi ketika YAP melalui aplikasi itu menggalang dana dengan mengunggah video tentang 200 anak yatim terlantar karena tidak dapat makanan yang layak yang ternyata itu adalah anak asuh YAB.

“Dan ada kampanye yang menampilkan anak-anak kami yang di bawah umur untuk mencari sumbangan di media sosial tanpa izin dan sepengetahuan kami, itu pun dikatakan tidak ada unsur pidananya oleh pihak penyidik di krimsus Polda NTB,” pungkasnya.

Didampingi LPW NTB

Karena kejadian yang menimpanya, Fatmawati saat ini meminta bantuan hukum kepada Lembaga Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Barat (LPW NTB) untuk mendampingi proses rencana pelaporan ke Polda NTB.

Sementara itu, Direktur LPW NTB, Taufan Abadi, SH, MH, menyampaikan bahwa kasus yang dihadapi YAB layak diperjuangkan ke ranah hukum guna mendapatkan keadilan.

Dia menegaskan, tindakan yang dilakukan YAP diduga melanggar UU Perlindungan Anak. Maka dari itu, LPW NTB berencana membuat laporan baru ke Polda NTB.

“Kami sangat selektif untuk menerima kasus. Banyak intimidasi yang diterima oleh YAB dan menurut kajian kami, ada unsur pidana di kasus ini,” pungkasnya, Rabu, 2 Maret 2022.

Sebagaimana Pasal 76I UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.

Dalam UU tersebut, yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara ekonomi” adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materil.

Sehingga apabila ada anak yang dieksploitasi maka anak tersebut berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus. “Kami minta pihak penegak hukum benar-benat netral. Kami mengawal sampai memperoleh keadilan,” kata Taufan.

Terpisah, Jumat, 4 Maret 2022, Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto mengapresiasi langkah hukum yang akan dilakukan Fatmawati bersama LPW NTB.

“Tidak jadi masalah beliau melapor, semakin Bu Fatmawati memiliki bukti yang cukup semakin bagus,” katanya.

Artanto mengaku, dirinya belum mendapatkan informasi mengenai ada laporan sebelumnya dari pihak YAB atau Fatmawati terkait kasus ini. “Belum ada masuk informasi ke saya terkait ini,” terangnya.

Sementara, ntbsatu.com sudah beberapa kali menghubungi pihak YPA untuk mendapatkan jawaban atau konfirmasi. Namun, sampai berita ini ditulis, YPA belum kunjung merespon pesan dan telepon ntbsatu.com. (DAA)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button