Daerah NTB

Agar Harga Minyak Goreng Stabil, Pemerintah Gelar Operasi Pasar

Mataram (NTB Satu) – Pemprov NTB melalui Bidang Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri (PPDN) Dinas Perdagangan menggiatkan operasi pasar untuk menyamakan harga penjualan minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang baru berlaku. Sejumlah distributor dilibatkan untuk kegiatan operasi pasar yang dilakukan di hampir seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB.

Kepala Bidang PPDN Dinas Perdagangan Provinsi NTB, H. Prihatin Haryono mengatakan, beberapa titik operasi pasar yang dilaksanakan, Rabu 2 Februari 2022 diantaranya di Kantor Dinas Perdagangan Provinsi NTB di Jalan Langko Mataram. Selanjutnya di Kota Mataram, di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur. Demikian juga di Pulau Sumbawa, operasi pasar minyak goreng dilaksanakan di Kabupaten Dompu.

“Selama tiga hari kedepan, tetap ada operasi pasar minyak goreng,” katanya.

Prihatin menambahkan, Pemerintah Provinsi NTB mengambil inisiatif untuk mengadakan kegiatan operasi pasar, melibatkan sejumlah distributor. Agar harga minyak goreng di lapangan kembali ke HET.

Seperti diketahui, Pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan RI telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) baru minyak goreng yang berlaku efektif per 1 Februari 2022.

Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi sudah menandatangani Permendag No 6 Tahun 2022, tentang penetapan HET minyak goreng sawit.

HET sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 11.500 rupiah perliter, untuk minyak goreng curah 13.500 rupiah perliter, untuk minyak goreng kemasan sederhana dan 14.000 rupiah perliter untuk minyak goreng kemasan premium. Penetapan HET ini dimaksud untuk menjaga stabilitas dan kepastian harga minyak goreng sawit, serta keterjangkauan harga minyak goreng sawit ditingkat konsumen.

Apakah operasi pasar ini tidak mengganggu kios-kios yang memiliki stok minyak goreng yang sudah dibeli dengan harga tinggi sebelum HET dikeluarkan? Prihatin mengatakan, pemerintah sudah memiliki skema agar pedagang tidak merugi.

Skema tersebut, pertama, masing-masing distributor akan menarik kembali minyak goreng yang sudah mereka jual kepada pengecer dengan harga lama. Kemudian mendistribusikan minyak goreng dengan harga baru. Sehingga kios-kios pengecer bisa menjual dengan harga sesuai HET kepada masyarakat.

Kedua, minyak goreng yang masih dengan harga lama yang belum laku terjual, bisa dijual dengan harga HET oleh pedagang. Selisih dari harga pembelian sebelumnya oleh pengecer kepada distributor, selanjutnya bisa diklaim subsidinya oleh distributor kepada pemerintah.

“Tidak ada lagi yang menjual minyak goreng dengan harga diatas HET. Kalau sudah terlanjur bayar, komunikasikan kepada distributornya untuk diganti selisih harganya,” imbuh Prihatin.

Pemerintah sudah memberi kebijakan untuk menyalurkan subsidi minyak goreng melalui masing-masing pabrikannya. Sehingga tidak ada alasan masih berlaku harga lama hingga ke tingkat pengecer.

“Dari pabrikan, distributor, hingga ke pengecer mestinya sudah tidak ada masalah. Karena sudah ada kesepakatan ditingkat pusat,” jelas Prihatin.

Selain itu, pemerintah juga sudah meminta kepada pabrikan atau eksportir CPO untuk mengalokasikan 20 persen ke pasar dalam negeri, dari total CPO yang diekspor. Tidak boleh seluruhnya diekspor, lantas di dalam negeri kesulitan minyak goreng. (BKA)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button