ADVERTORIAL

Jumlah DBHCHT 2022 Kabupaten Bima Meningkat, Ini Jumlahnya

Mataram (NTB Satu) – Di Kabupaten Bima, alokasi DBH-CHT dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diarahkan untuk memproduksi tembakau, membangun sarana dan prasarana, memberikan bantuan alat produksi tembakau hingga pelatihan.

DBHCHT Kabupaten Bima Tahun 2023 Naik Jadi Rp17,9 Miliar

IKLAN

“OPD teknis yang tangani yakni Dinas Pertanian dan Perkebunan, Disperindag dan Disnakertrans,” ujar Kabid PP Ekonomi Bappeda dan Litbang Kabupaten Bima, Ashadi Husein, MH.Kes, Rabu, 14 Desember 2022.

Dalam sektor penegakan hukum, diarahkan untuk sosialisasi produk hukum, operasi pemberantasan dan penindakan hingga kajian dokumen serta berbagai kegiatan lainnya dengan OPD teknis Bagian Hukum, Sat Pol PP dan Bappeda.

“Dalam sektor kesehatan, alokasi DBH-CHT untuk membangun Labkesda,” ujarnya.

Ashadi menyebutkan alokasi DBH-CHT yang akan diterima Pemkab Bima tahun 2023 mendatang dipastikan meningkat menjadi Rp17,9 Miliar. Tahun 2022 yang diterima hanya Rp11,6 miliar.

IKLAN

“Tahun 2023 ada peningkatan alokasi DBH-CHT untuk Kabupaten Bima. Peningkatan sekitar Rp.6.262.502.795,” katanya.

Ia mengaku, alokasi DBH-CHT yang naik pada tahun 2023 tersebut, nantinya juga akan dioptimalkan untuk pemanfaatan tiga bidang yakni kesehatan, kesejahteraan masyarakat dan bidang penegakan hukum.

Sesuai aturan PMK, bidang kesehatan diarahkan 40 persen, kesejahteraan masyarakat 50 persen dan penegakan hukum 10 persen,” terangnya.

Ashadi menambahkan Bappeda sebagai Koordinator dan Sekretariat DBH-CHT Kabupaten, menghimbau semua pihak agar bersinergi memberantas peredaran rokok ilegal. karena hal itu menjadi point penting untuk peningkatan pendapatan lewat DBHCHT.

Selain pemberantasan rokok ilegal, naiknya pendapatan DBHCHT tergantung penggunaan pita cukai dari hasil produksi tembakau,” pungkasnya.

Ketentuan terbaru mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBHCHT telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan, yaitu empat puluh persen untuk kesehatan, kemudian lima puluh persen untuk Kesejahteraan Masyarakat (termasuk tiga puluh persen peningkatan kualitas bahan baku, peningkatan keterampilan kerja dan pembinaan industri dan dua puluh persen pemberian bantuan) serta sepuluh persen untuk penegakan hukum.

Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal

Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.

Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:

Dalam Pasal 54, “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar.”

Dalam Pasal 56, “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”

Bagaimana mengenal rokok ilegal?

Ciri-ciri rokok ilegal dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.

Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai ilegal, maka disarankan hentikan dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (GSR)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button