Mataram (NTB Satu) – Meskipun Pemprov NTB mampu mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kali yang ke 11, namun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB memberikan sejumlah catatan penting dalam pengelolaan keuangan tahun 2021.
Kepala Perwakilan BPK NTB Ade Iwan Ruswana, saat memberikan sambutan dalam acara penyerahan LHP BPK yang berlangsung di Kantor DPRD NTB, Jumat 20 Mei 2022 mengatakan, salah satu persoalan yang menjadi catatan BPK adalah terkait pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Ia mengatakan, penggunaan dana BOS belum didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang valid. Ada juga penggunaan dana BOS yang menyalahi ketentuan yaitu digunakan di luar ketentuannya. Hal lainnya yaitu laporan dana BOS yang terlambat disampaikan.
“WTP bukan berarti tidak ada permasalahan. Namun permasalahan yang ada masih berada di koridor kewajaran. Yang pertama adalah terkait dengan bana BOS di sejumlah SMA, di sana sini terlihat masih belum tertib” ujarnya.
Terkait dengan temuan tersebut, BPK terus mendorong Pemprov NTB agar memperbaiki kinerja pengelolaan dana BOS serta serta memonitor penggunaan dana BOS melalui aplikasi yang telah ditetapkan. Selain itu BPK juga merekomendasikan pengembalian sejumlah kelebihan penggunaan dana BOS serta menghentikan penggunaan dana BOS yang memang bukan untuk peruntukannya.
Catatan BPK selanjutnya yaitu pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja hibah dan bansos yang belum memadai. Terkait dengan hal tersebut, BPK mendorong Pemprov NTB agar menyempurnakan naskah perjanjian hibah daerah yang mengatur pemberian sanksi kepada penerima hibah dan bantuan keuangan yang tidak melaporkan pertanggungjawaban penggunaan dana hibah tersebut.
“Serta menyusun mekanisme untuk meminimalisir adanya potongan dana hibah dan bansos. Karena di lapangan masih kita lihat di sana sini masih ada potongan yang dilakukan oleh oknum yang tak bertanggung jawab,” lanjutnya.
Hal lain yang menjadi catatan BPK RI Perwakilan NTB adalah penyertaan modal Pemprov NTB kepada PT. SNMP dan PT. Sire Tourism Development Corporation (STDC) yang dinilai tidak jelas kepemilikan maupun keberadaannya. Atas persoalan tersebut, Pemprov NTB agar melakukan pengujian secara tuntas terhadap legalitas kepemilikan dan penilaian atas pernyataan modal pada kedua perusahaan tersebut.
“Sehingga memiliki dasar yang memadai untuk mencatat, menyajikan atau menghapus-bukukan investasi permanen pada PT. SNMP dalam neraca. Selain itu, dalam hal PT. STDC karena sudah tak beroperasi dan tak memberikan kontribusi yang menguntungkan, Pemprov agar mempertimbangkan untuk mengusulkan Perda pendirian PT.STDC dan menghapus-bukukan investasi permanen pada neraca,” ujarnya.
Selanjutnya, BPK memberi catatan pada penyelesaian proses likuidasi PT. DMB yang berlarut-larut, sehingga pemenuhan hak para pemegang saham menjadi terbengkalai. Dalam hal ini BPK merekomendasikan agar Gubernur selaku pemegang saham agar berkoordinasi dengan para pemegang saham lainnya guna memerintahkan tim likuidator PT. DMB untuk melaksanakan percepatan likuidasi yang sudah berlangsung sejak tahun 2019.
“Meskipun terjadi persoalan di atas, namun secara meteril tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan pemerintah daerah,” terangnya.
Terkait dengan adanya beberapa catatan BPK tersebut, Gubernur NTB Dr. H Zulkieflimansyah mengatakan bahwa semua catatan dan saran dari BPK itu ditindaklanjuti dan terus diperbaiki.
“Memang banyak bantuan yang menyangkut rakyat itu abai terhadap pertanggungjawaban, namun ini akan terus ada perbaikan-perbaikan,” terang Dr. H Zulkieflimansyah usai Rapat Paripurna DPRD NTB dalam rangka Penyerahan LHP BPK RI terhadap LKPD Tahun 2021 yang berlangsung, Jumat 20 Mei 2022.
Gubernur mengatakan, penjelasan opini WTP BPK hampir sama, bahkan di semua daerah di Indonesia persoalannya relatif sama. Karena memang sistem demokrasi Indonesia yang menuntut interaksi pemerintah secara langsung dengan masyarakat.
“Dari dana BOS, hibah segala macam itu tinggal mengkomunikasikan pada aparat penegak hukum, BPK dan kita dibantu oleh BPKP agar semuanya jangan melanggar hukum,” ujarnya.
Ia mengatakan, terkadang di lapangan, masyarakat penerima hibah atau bansos karena nilainya sedikit, mereka lupa dengan laporan administrasi berupa pertanggungjawabannya. Di satu sisi Pemda tak bisa mengontrol semua penerima bantuan ini dengan detil di lapangan. “ Namun saya harap kita jangan terlampau membesarkan catatan,” katanya.
Gubernur menilai, BPK dalam melaksanakan tugasnya tak melihat berapa besaran dana hibah dan dana bansos yang diberikan kepada masyarakat, namun yang dilihat adalah pertanggungjawabannya, apakah ada pelaporannya atau tidak, “Apakah betul lokasinya di sana, apakah betul nama penerimanya? Hal seperti itu yang dilihat oleh BPK. Namun ini akan terus ada perbaikan-perbaikan,” tambahnya. (ZSF)