Kota Bima (NTBSatu) – Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi NTB, pada tahun 2020, persentase laju kerusakan hutan di Wilayah NTB mencapai 50-60 persen. Angka tersebut diklaim bertambah sampai dengan tahun 2023.
Di Kota Bima sendiri, kerusakan hutan menjadi permasalahan yang kompleks dan perlu penanganan serius. Sebab, salah satu akibat dari fenomena ini adalah terjadinya banjir tahunan di Kota Bima.
Menjadi dilematis ketika pembabatan tersebut sepenuhnya dilarang. Pasalnya, sebagian besar area hutan dan bukit di Kota Bima dijadikan sebagai tempat mata pencaharian wajib warga Kota Bima, yakni untuk menanam jagung.
Penjabat (Pj) Wali Kota Bima, H. Mohammad Rum melihat, wilayah Kota Bima ini 70 persen lahannya berada di dataran tinggi dan 30 persennya berada di dataran rendah.
“Kenapa bisa terjadi kerusakan hutan, karena orang tidak lagi melihat potensi yang 70 persen itu. InsyaAllah ke depan, potensi 70 persen ini kita hidupkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru,” kata Aji Rum, sapaan Pj Wali Kota Bima, kemarin.
Berita Terkini:
- Siswi SMAN 1 Mataram Bawa Tim Hockey Indonesia Juara Asia
- Banjir di Pulau Sumbawa, 4.850 KK Terdampak dan 316 Ekor Hewan Ternak Hanyut
- Oknum Pimpinan Ponpes di Lombok Barat Diduga Bersekongkol Setubuhi Santriwati Bersama Anaknya
- Realisasi Belanja APBN di NTB 2024 Capai 90,62 Persen
- Natal Penuh Makna, Aruna Senggigi Berbagi di Panti Asuhan Shekinah Gloria
Terhadap permasalahan itu, Aji Rum menginginkan adanya terobosan baru untuk pemanfaatan lahan di dataran tinggi tersebut.
Pertama, ia menginginkan simbol dari pendopo Kota Bima dibangun di atas bukit. Supaya sarang belajar di dataran rendah dialihkan di atas semua.
Kedua, mengalihkan peternakan dan perkebunan dari yang dataran rendah ke dataran tinggi.
“Kita punya potensi peternakan yang luar biasa, kita akan kolaborasikan dengan perkebunan. Di mana peternakan tersebut dibangun di atas bukit. Dengan itu secara paralel orang mulai menghijaukan bukit-bukit itu,” jelasnya.
Selanjutnya, perketat perizinan terhadap kegiatan tambang di Kota Bima. Artinya, jika terdapat kegiatan tambang tidak memiliki izin, untuk segera dihentikan.
Diakuinya, hal itu merupakan salah satu tindakan tegas Pemkot Bima, karena kerusakan lingkungan berawal dari daerah hulu termasuk ancaman banjir kita.
“Tapi Alhamdulillah saya sudah berunding dengan teman-teman PUPR Kita sudah ada anggaran untuk normalisasi sungai Padolo dan Melayu dengan jaringan drainase. InsyaAllah kami berjanji kota Bima akan terbebas dari ancaman banjir tahunan,” pungkasnya. (MYM)