Mataram (NTBSatu) – Pemerintah mulai mendorong pengembangan hilirisasi rumput laut. Hilirisasi tersebut akan dimulai pertama kali di Pulau Lombok, tepatnya Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur.
Pada kawasan itu akan dibangun sebuah pabrik yang akan membuat aplikasi rumput laut untuk biostimulan (pupuk) dan bioplastik. Serta, dalam jangka panjang akan mengarah pada pengembangan rumput laut untuk biofuel.
Namun, yang perlu menjadi catatan pemerintah, bahwa hampir semua proses budidaya rumput laut di kawasan Teluk Ekas menggunakan sistem ijon.
Para petani tidak bisa menjual rumput lautnya secara bebas, karena modal budidaya diberikan oleh perorangan. Sehingga, mereka harus menjual hasil panennya ke orang yang memberikan pinjaman dan membuat harga jualnya cepat berubah.
Praktik tersebut pun dianggap seperti perangkap bagi petani rumput laut. Sebab, mereka sangat sulit terlepas, karena keuntungan panen tidak pernah cukup menjadi modal awal budidaya. Bahkan hanya untuk membeli benih rumput laut.
Berita Terkini:
- Alasan Ada Penugasan, Mantan Kadis Dikbud NTB Kembali Mangkir Sidang OTT Kabid SMK
- Sari Yuliati Berbagi Santunan kepada Jemaah Haji Lansia NTB di Makkah Arab Saudi
- Mendagri Tito: Kemajuan Daerah Tergantung Angka Pertumbuhan Ekonomi, Minus Berarti Mundur
- NTB Bidik Nol Kemiskinan Ekstrem 2029 di Tengah Status Pendapatan Rendah dan Ekonomi Lambat
“Modal awal beli bibit biasanya Rp3 juta per ton. Untung bersih kita paling Rp500 ribu. Itupun tidak sebanding dengan tenaga,” kata seorang petani rumput laut di Desa Seriwe, Jerowaru, yang menolak disebutkan namanya kepada NTBSatu, belum lama ini.
Meski keuntungannya tak seberapa, ia dan sebagian besar warga Seriwe pun terpaksa mengulangi rutinitas yang sama. Karena tidak adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia.