Mataram (NTBSatu) – Pada awal Maret lalu, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) telah melarang impor pakaian bekas. Larangan tersebut berdampak langsung pada pelaku thrift di Indonesia.
Para pelaku thrift tersebut meminta penjelasan atas larangan yang dikeluarkan Kemenkop UKM. Alhasil, pada Kamis, 30 Maret 2023 lalu, beberapa pelaku thrift bertemu Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki di Jakarta.
Dikutip dari akun Instagram @xstyle.id, Teten Masduki menyampaikan, larangan impor dikarenakan adanya temuan dari kementerian. “Sekali lagi ini bukan thrifting, tapi penyelundupan. Sampah,” tegasnya.
Pemerintah juga sebenarnya tidak melarang aktivitas thrifting sepenuhnya. Hal tersebut tertuang dalam pernyataan bersama Menteri Koperasi dan UKM dan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan.
“Pemerintah tidak melarang aktivitas thrifting selama itu produksi dalam negeri dan/atau bukan impor ilegal,” isi pernyataan bersama tersebut.
Maka, dalam pertemuan itu, terdapat tiga poin yang dihasilkan. Pertama, aktivitas thrifting tidak dilarang, boleh menjual pakaian bekas asalkan tidak impor ilegal, layak pakai, dan bukan sumbangan.
Kemudian, pelaku produk lokal dan thrift tidak ada masalah atas larangan tersebut. Terakhir, Kemenkop UKM akan membantu dan membina, jika pelaku thrift terdampak larangan tersebut. Pelaku thrift dapat menghubungi hotline dari Kemenkop UKM pada nomor 021-27535454.
Sebelumnya, larangan impor pakaian bekas ini dikeluarkan karena memberikan dampak negatif bagi industri, lingkungan, dan kesehatan. Menurut data Kemenkop UKM dan Kementerian Perdagangan, impor pakaian bekas ini secara ekonomi bisa mencapai Rp 94 triliun pada tahun 2022.
Adanya impor pakaian bekas juga dapat membunuh serapan tenaga kerja. Kemudian, karena harga produknya di bawah harga normal pasaran, sehingga dapat mengganggu keseimbangan pasar.
Pakaian bekas yang diimpor, rata-rata berorientasi pada produk luar. Hal tersebut menjadi kontra dengan program Bangga Buatan Indonesia.
Dari segi lingkungan, impor pakaian bekas memberikan dampak ekologi dari limbah tekstil. Hasil dari Balai Pengujian Mutu Barang, Kementerian Perdagangan juga menyatakan pakaiannya dapat merusak kesehatan akibat banyak mengandung bakteri dan jamur. (JEF)
Lihat juga:
- LGBT Penyumbang Kasus HIV/AIDS Terbanyak di Lombok Timur, Pentingnya Kemauan Berobat
- Pasien BPJS Lombok Timur Keluhkan Kekosongan Obat di Puskesmas
- SMKPP Negeri Bima Beri Kontribusi Ketahanan Pangan Lokal
- SMKPP Negeri Bima Siapkan Keterampilan Pertanian Aplikatif Bagi Siswa
- Dua Mahasiswa FAI Ummat Raih Prestasi Gemilang di MTQ Mahasiswa Nasional 2024