Belanja Pegawai Disorot Kemendagri, Pemprov NTB Sebut Bukan karena Penambahan ASN
Mataram (NTBSatu) – Porsi belanja pegawai Pemprov NTB dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026, masih berada di atas ambang batas 30 persen.
Sesuai ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, tahun 2027 belanja pegawai maksimal 30 persen dari total belanja APBD.
Kondisi ini mendapat sorotan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), setelah melakukan evaluasi APBD NTB Tahun Anggaran 2026. Serta, menjadi laporan Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB dalam rapat paripurna pada Minggu malam, 28 Desember 2025.
Demikian Banggar, juga memberikan perhatian serius terhadap porsi belanja pegawai yang melebihi 30 persen. Sebab, berpotensi bertentangan dengan semangat Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sehingga, memerlukan pengendalian dan penyesuaian belanja pegawai secara bertahap agar struktur APBD menjadi lebih sehat dan produktif.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi NTB, Nursalim tidak menampik belanja pegawai Pemprov NTB masih di atas 30 persen. Yaitu antara 33 persen hingga 35 persen.
Tingginya persentase tersebut, bukan karena penambahan jumlah pegawai maupun kenaikan gaji, tetapi karena total APBD yang berkurang.
“Bukan karena jumlah pegawai bertambah atau gaji naik, tetapi karena total APBD yang berkurang. Persentase belanja pegawai otomatis naik ketika total APBD menurun,” kata Nursalim, Rabu, 31 Desember 2025.
Dampak Pemotongan TKD
Penurunan total APBD, karena kebijakan Pemerintah Pusat yang memangkas dana Transfer ke Daerah (TKD) hingga Rp1,2 triliun. Akibatnya, total APBD yang sebelumnya berada di kisaran Rp6,5 triliun mengalami penurunan signifikan, sehingga memengaruhi komposisi belanja, termasuk belanja pegawai.
“Besaran APBD mempengaruhi persentase belanja pegawai, meskipun secara hitungan angkanya masih sama dengan tahun sebelumnya. Tapi penyebab pembentuk belanja pegawai itu yang berkurang, sehingga membuat persentasenya naik,” jelas Nursalim.
Kondisi ini, kata Nursalim, tidak hanya terjadi di NTB, tetapi juga seluruh daerah di Indonesia karena pemotongan dana transfer secara menyeluruh. “Bukan hanya NTB, tapi seluruh daerah, karena dipotong semua,” ujarnya.
Terkait adanya lebih dari 9.000 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu yang dilantik beberapa hari lalu, Nursalim menegaskan, hal tersebut tidak berpengaruh langsung terhadap belanja pegawai.
Pasalnya, PPPK Paruh Waktu tidak masuk dalam komponen belanja pegawai, melainkan ke dalam belanja jasa karena bersifat kontraktual.
“PPPK Paruh Waktu itu bukan masuk di belanja pegawai, tapi di belanja jasa. Karena ini kontrak sebenarnya,” tutupnya. (*)



