Proyek DAK Empat Sekolah Molor, DPRD Kota Mataram Soroti Rekanan tak Kompeten
Mataram (NTBSatu) – DPRD Kota Mataram menyoroti keras, molornya pengerjaan proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) di empat sekolah.
Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Mataram, Ahmad Azhari Gufron menilai, keterlambatan tersebut mencerminkan lemahnya kompetensi rekanan pelaksana dan mendesak pemerintah daerah menjatuhkan sanksi tegas.
“Ini bukan sekadar soal keterlambatan, tetapi soal kemampuan rekanan dalam menjalankan kontrak. Jika tidak kompeten, pemerintah harus berani memberi sanksi, bahkan memutus kontrak,” ujar Gufron, Rabu, 24 Desember 2025.
Ia menilai, pembiaran terhadap rekanan yang gagal memenuhi target pekerjaan berpotensi merugikan keuangan daerah dan mengganggu pelayanan publik, khususnya di sektor pendidikan. Menurutnya, proyek yang bersumber dari DAK memiliki aturan ketat dan tidak boleh dikelola secara sembarangan.
Sementara itu, data Dinas Pendidikan Kota Mataram menunjukkan progres fisik empat proyek sekolah tersebut masih berkisar 60 hingga 70 persen, padahal masa kontrak akan berakhir dalam hitungan hari.
Empat sekolah yang pembangunannya belum rampung yakni SMPN 17 Mataram, SMPN 10 Mataram, SDN 44 Cakranegara, dan SDN 23 Ampenan.
Jika proyek tidak tuntas hingga batas waktu, anggaran DAK berpotensi dikembalikan ke Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah juga harus menanggung penyelesaian sisa pekerjaan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Kepala Dinas Pendidikan Kota Mataram, Yusuf mengakui, keterlambatan tersebut menimbulkan kekhawatiran serius. Ia menyebut, aturan penggunaan DAK sangat ketat dan tidak memberi ruang kompromi terhadap keterlambatan.
“Kami sudah memanggil rekanan dan memberikan peringatan keras agar segera melakukan percepatan,” ujarnya.
Yusuf menambahkan, pihaknya telah meminta rekanan menambah jumlah tenaga kerja untuk mengejar ketertinggalan. Dinas Pendidikan juga melibatkan aparat penegak hukum dalam pengawasan proyek guna mencegah potensi kerugian negara.
Selain berisiko pada keuangan daerah, molornya proyek ini turut mengganggu kegiatan belajar mengajar. Beberapa sekolah terpaksa melakukan penyesuaian, termasuk menerapkan sistem pembelajaran bergilir akibat keterbatasan ruang kelas. (*)



