Diskominfotik SumbawaSumbawa

Padi Sumbawa Sumbang 33,95 Persen untuk Ketahanan Pangan di NTB

Sumbawa Besar (NTBSatu) – Sektor pertanian khususnya komoditas padi di Kabupaten Sumbawa, terus menunjukkan perkembangan signifikan dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan dokumen RPJMD Kabupaten Sumbawa Tahun 2025–2029, kinerja padi Sumbawa mencatat tren peningkatan yang konsisten dan memberikan kontribusi besar terhadap produksi padi di Provinsi NTB.

Dalam kurun waktu 2020–2024, capaian pertanian padi di Kabupaten Sumbawa mengalami peningkatan pada tiga indikator utama.

Rata-rata luas panen padi meningkat sebesar 1,48 persen per tahun, produksi meningkat rata-rata 4,80 persen per tahun, serta produktivitas meningkat rata-rata 3,45 persen per tahun.

“Komoditas padi Kabupaten Sumbawa memberikan kontribusi lebih dari 20 persen terhadap Provinsi NTB,” demikian tertulis dalam dokumen RPJMD tersebut.

Kontribusi produksi padi Kabupaten Sumbawa terhadap total produksi padi Provinsi NTB dalam rentang 2020–2025 tercatat terus meningkat dari tahun ke tahun, yakni berkisar antara 20,25 persen hingga 33,95 persen.

Selain kontribusi terhadap provinsi, capaian produksi padi juga memiliki dampak ekonomi signifikan. Nilai produksi rata-rata mencapai Rp1.577.854.112.250 per tahun, menjadikan padi sebagai sektor strategis dan penopang utama perekonomian daerah.

“Kontribusi produksi padi ini mampu menopang ketahanan pangan di Kabupaten Sumbawa dan Provinsi NTB, sehingga menjadi sektor prioritas penguatan dan pengembangan ke depan,” tegas RPJMD.

Indeks Ketahanan Pangan Kabupaten Sumbawa

Indeks Ketahanan Pangan (IKP) Kabupaten Sumbawa menunjukkan perkembangan positif dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Sumbawa Tahun 2025–2029, pengukuran IKP untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang memadai, stabilitas akses, serta peningkatan kualitas dan kuantitas konsumsi pangan masyarakat.

“Pengukuran Indeks Ketahanan Pangan (IKP) diarahkan untuk mewujudkan ketersediaan pangan yang memadai. Melalui produksi pangan lokal dan perdagangan; tercapainya stabilitas ketersediaan dan akses pangan secara makro dan mikro. Serta, tercukupinya kualitas dan kuantitas konsumsi pangan yang didukung perbaikan infrastruktur,” tertulis dalam RPJMD 2025–2029.

Kinerja Indeks Ketahanan Pangan Kabupaten Sumbawa pada periode 2020–2024 menunjukkan tren peningkatan yang konsisten.

Pertumbuhan IKP dari tahun 2020 hingga 2023 tercatat mencapai 4,25 persen, dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,05 persen setiap tahun.

Sejalan dengan target pembangunan daerah, proyeksi IKP pada periode 2025–2029 mengalami peningkatan lebih tinggi, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,40 persen per tahun.

Berdasarkan proyeksi tersebut, perkiraan nilai IKP Kabupaten Sumbawa pada tahun 2029 mencapai 91,99 persen dan masuk dalam kriteria “Sangat Tahan”.

Komitmen Bupati untuk Ketahanan Pangan

Bupati Sumbawa, Ir. H. Syarafuddin Jarot, M.P., menegaskan, keberhasilan Kabupaten Sumbawa sebagai daerah lumbung pangan utama di NTB tidak hanya karena luasnya lahan pertanian. Tetapi juga oleh kemampuan, keterampilan, serta kekuatan kelembagaan dalam pengelolaan air irigasi.

“Sumber daya air yang berlimpah tidak akan memberikan manfaat optimal jika tidak dikelola dengan baik. Karena itu, peran kelembagaan seperti P3A, GP3A, dan IP3A sangat penting dalam menjaga kesinambungan sistem irigasi dan ketersediaan air bagi petani,” tegasnya, Kamis, 6 November 2025.

Ia menekankan, pembinaan kelembagaan ini merupakan langkah nyata Pemerintah Kabupaten Sumbawa dalam memperkuat manajemen pengelolaan air. Agar pemanfaatannya secara efektif untuk meningkatkan kesejahteraan petani, sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional.

“Dengan pembenahan dan penguatan pengelolaan air serta sistem irigasi di wilayah Kabupaten Sumbawa, kami optimis produksi pangan akan terus meningkat dan memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani,” ujarnya.

Bupati Jarot juga mengingatkan, pentingnya menjaga kelestarian sumber mata air sebagai bentuk tanggung jawab bersama.

“Kita tidak bisa hanya mengelola air tanpa menjaga sumbernya. Jika hutan rusak, maka sumber mata air akan hilang. Dan itu akan menjadi kerugian besar bagi kita semua,” jelasnya. (*)

Alan Ananami

Jurnalis NTBSatu

Berita Terkait

Back to top button