Hukrim

Langkah Polisi Jelang Penetapan Tersangka Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB

Mataram (NTBSatu) – Selangkah lagi, penyidik Polresta Mataram menetapkan tersangka dugaan korupsi sewa alat berat Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok Dinas PUPR NTB.

Menjelang penetapan tersangka, kepolisian akan memeriksa sejumlah saksi penting. Di antaranya, ahli keuangan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram (Unram), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.

“Kemudian ahli pidana dari Fakultas Hukum Unram,” kata Kanit Tipikor Sat Reskrim Polresta Mataram, Iptu I Komang Wilandra pada Selasa, 28 Oktober 2025.

Setelah pemeriksaan rampung, penyidik Tipikor selanjutnya akan melakukan gelar perkara di Dit Reskrimsus Polda NTB. “Baru setelah itu kami tetapkan tersangka,” ujarnya.

Kerugian Negara Rp3,2 Miliar

Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili sebelumnya menyebut, pihaknya sudah mengantongi perhitungan kerugian negara senilai Rp3,2 miliar. Angka itu berdasarkan perhitungan tim audit BPKP NTB. Uang Rp3,2 miliar tersebut berasal dari uang sewa sejumlah alat yang tidak terbayar.

“Ada juga dua alat berat yang hilang diduga digadaikan,” ucapnya Agustus 2025 lalu.

Regi mengaku, pihaknya sudah mengantongi nama yang akan bertanggung jawab pada kasus tahun 2021 tersebut.

“Untuk siapa namanya, nanti setelah gelar. Kita lihat bagaimana proses gelar perkara,” ucap Mantan Kasat Reskrim Polres Sumbawa ini.

Penyidik dalam kasus ini telah memeriksa Eks Kepala Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok, Ali Fikri. Kemudian, Mantan Kadis dan Bendahara Dinas PUPR NTB.

Selain itu, penyidik juga turut mengamankan barang berat berupa ekskavator di Lombok Timur. Mereka menyerahkannya ke Kantor Balai Pemeliharaan Jalan Provinsi Wilayah Pulau Lombok di Ampenan, Kota Mataram. Selain ekskavator, ada juga alat berat lain berupa mixer molen dan dum truk.

Sebagai informasi, sewa alat berat ini terjadi pada tahun 2021. Penyewanya adalah Muhamad Efendi. Akibat penyewaan tersebut muncul kerugian di internal Balai Pemeliharaan Jalan sebesar Rp1,5 miliar. Angka itu berasal dari harga alat berat yang belum ia kembalikan, seperti harga mobil molen, ekskavator, dan dum truk.

Polisi mengusut kasus korupsi tersebut berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)

Berita Terkait

Back to top button