PT AMNT, Antara Relaksasi Ekspor dan Tulang Punggung Pertumbuhan Ekonomi NTB

Gemuruh alat berat yang bergerak bersama spirit pekerja PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), adalah semangat kesejahteraan yang mungkin sebelumnya hanyalah mimpi bagi sebagian orang. Di balik itu, ada harapan lebih besar. Perusahaan tambang Emas dan Tembaga ini jadi harapan penopang grafik pertumbuhan ekonomi NTB yang dilanda penurunan. Bagaimana strategi agar keluar dari “jebakan” kontraksi ekonomi?
———————–
Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), yang dulu tidak terlalu maju dan masih fokus pada kebutuhan dasar masyarakat, kini berkembang pesat. Salah satu faktornya, berkat kekayaan alam yang dimilikinya. Satu di antaranya yaitu potensi logam tembaga di Tambang Batu Hijau.
Tambang Batu Hijau merupakan salah satu tambang tembaga dan emas terbesar di Indonesia. Tambang ini dikelola PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Merupakan anak perusahaan dari PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMAN).
Sebelumnya, yang mengelola tambang ini adalah PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). Mulai masuk ke Kabupaten Sumbawa Barat pada tahun 1990, setelah menemukan minerailisasi dan emas di kawasan tersebut. Kemudian, pada tahun 2000 dikembangkan menjadi Tambang Batu Hijau dan proyek pengembangan Elang. Pada tahun itu juga, Tambang Batu Hijau memulai produksi dan pengiriman konsentrat tembaga dan emas.
Setelah mengelola selama beberapa tahun, PT AMMAN masuk. Mengakuisisi PT NNT pada tahun 2016, yang selanjutnya berganti nama menjadi PT AMNT dan menjadi operator tunggal tambang Batu Hijau dan proyek pengembangan Elang di Kabupaten Sumbawa Barat.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan PT AMNT mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB dan membuka lapangan pekerjaan. Terutama, untuk masyarakat lokal.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Wahyudin mengatakan, keberadaan PT AMNT mampu menyerap banyak tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung, sehingga mengurangi pengangguran.
“PT AMNT efektif mengurangi pengangguran di NTB, meski tidak terlalu signifikan. Data BPS NTB, ada sekitar 25.000 pekerja lokal yang bekerja di PT AMNT,” kata Wahyudin kepada NTBSatu, Kamis, 18 September 2025.
Kehadiran PT AMNT, ujar Wahyudin, memicu munculnya industri pendukung di sekitar lokasi pertambangan. Sehingga, perekonomian masyarakat menjadi lebih bervariasi. Sektor-sektor jasa dan perdagangan mulai tumbuh, memberikan alternatif pendapatan bagi warga. Hal ini menjadi peluang usaha baru dan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
“Yang dilihat juga multiplier effect-nya. Muncul usaha-usaha UMKM yang ada di sekitar tambang, baik usaha rumah makan maupun usaha-usaha penginapan,” ujarnya.
Selain menciptakan lapangan pekerjaan, PT AMNT juga memberi pengaruh terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Terutama, masyarakat lokal di area pertambangan. Hal ini bisa terlihat dari sisi garis kemiskinan di Kabupaten Sumbawa Barat dengan angka yang cukup tinggi. Melampaui Kota Mataram.
Garis kemiskinan adalah batas pengeluaran minimum per kapita per bulan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS). Garis kemiskinan nasional yang berlaku untuk seluruh Indonesia adalah Rp609.160. Artinya, seseorang yang memiliki pengeluaran di bawah garis ini dianggap sebagai penduduk miskin.
Angka persentase penduduk miskin di Sumbawa Barat terus mengalami tren penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Terbaru mengalami penurunan dari 12,23 persen menjadi 10,98 persen pada tahun 2025. Ini berarti sekitar 10,98 persen dari total penduduk Sumbawa Barat memiliki pengeluaran di bawah garis kemiskinan nasional.
“Karena di sana (Sumbawa Barat) punya batas garis kemiskinan yang tinggi, artinya kehidupan ekonomi di sana itu memang sudah berkembang. Pasti berkembang dia. Bisa jadi, salah satu faktornya karena adanya tambang ini,” ungkapnya.
Tingkatkan Pendapatan Daerah
Bahwa industri pertambangan di Pulau Sumbawa, salah satunya PT AMNT, selain menyumbang peningkatan ekonomi, juga berkontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan daerah dari pertambangan bersumber dari pajak daerah, Dana Bagi Hasil (DBH), maupun royalti dan iuran pertambangan.
Mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bahwa daerah penghasil yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil, daerah pengolah, dan daerah lainnya yang berada dalam satu provinsi, berhak mendapatkan dana bagi hasil dari keuntungan tambang.
Sebagaimana pada Pasal 129 ayat (1) menyebutkan, pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan operasi produksi untuk pertambangan mineral logam dan batubara, wajib membayar sebesar 4 persen kepada pemerintah pusat dan 6 persen kepada pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi.
Kemudian pada ayat (2) menyebutkan, bagian pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur, yakni pemerintah provinsi mendapat bagian sebesar 1,5 persen. Pemerintah kabupaten/kota penghasil mendapat bagian sebesar 2,5 persen, dan pemerintah kabupaten/kota lainnya mendapat bagian sebesar 2 persen.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) NTB, Nursalim mengatakan, berdasarkan aturan tersebut, Pemprov NTB akan mendapatkan dana bagi hasil dari PT AMNT sekitar Rp172 miliar pada tahun 2025. Merupakan bagian dari keuntungan bersih PT AMNT pada tahun 2024.
Pemprov NTB sudah menerima keseluruhan DBH tersebut. Ditransfer dalam dua tahap. Pertama sebesar Rp87 miliar. Selanjutnya, sisanya pada Juli 2025 lalu ditransfer lagi. “Alhamdulillah sudah masuk semua dana bagi hasil dari PT AMNT,”kata Nursalim.
Adapun bagi hasil keuntungan PT AMNT ini sudah dialokasikan dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni 2025. “Anggaran ratusan miliar ini untuk mendukung program Iqbal-Dinda,” ujarnya.
Pada tahun 2024 lalu, Pemprov NTB mendapatkan dana bagi hasil tambang dari PT AMNT sebesar Rp114 miliar. DBH sebesar Rp114 miliar itu merupakan bagian dari keuntungan bersih PT AMNT pada 2023.
Sedangkan pada 2023, Pemprov NTB dan Pemda Kabupaten/Kota juga menerima dana bagi hasil tambang dari PT AMNT sebesar Rp434,24 miliar.
Dengan rincian Pemprov NTB sebesar Rp107,19 miliar, Pemda Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) sebagai daerah penghasil mendapatkan Rp181,79 miliar. Sedangkan 9 Pemda kabupaten/kota masing-masing, mendapatkan Rp16,14 miliar atau totalnya Rp145,26 miliar.
Di NTB, Kabupaten Sumbawa Barat mendapat dana bagi hasil terbesar dari PT AMNT dibandingkan daerah lainnya.
Kepala BPS NTB, Wahyudin mengatakan, banyak program Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat yang digagas menggunakan anggaran yang bersumber dari dana bagi hasil PT AMNT. Seperti, program perlindungan masyarakat, pendidikan, Kesehatan, dan sebagainya.
“Jadi banyak memang program yang dilaksanakan Pemda Sumbawa Barat untuk menunjang kehidupan masyarakatnya. Yang mana dananya sebagian besar bersumber dari dana bagi hasil tambang,” kata Wahyudin.
Di samping itu, pembayaran Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) oleh PT AMNT yang sangat memengaruhi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Tidak bisa dipungkiri, pajak bahan bakar aja, kalau PT Amman Mineral belum bayar, daerah itu masih minus. Kalau Amman sudah bayar pasti plus lagi pertumbuhan ekonomi NTB. Apalagi kalau dibuka ekspor tambang,” ungkapnya.
Tulang Punggung Ekonomi

Tambang dan pembangunan memiliki hubungan kompleks. Industri pertambangan menyediakan bahan baku krusial untuk pembangunan dan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui pendapatan dan penciptaan lapangan kerja.
Tak bisa dipungkiri, sektor tambang sangat berkontribusi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Keberadaan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Provinsi NTB.
Pada tahun 2024, ekonomi NTB menunjukan tren positif, mengalami pertumbuhan. Salah satu penopangnya adalah pada sektor pertambangan. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB mencatat, ekonomi Provinsi NTB tahun 2024 terhadap tahun 2023 mengalami pertumbuhuan sebesar 5,30 persen. Salah satu yang mempengaruhinya adalah sektor pertambangan.
Sementara, jika sektor tambang dihilangkan, angka pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 3,87 persen. Artinya, pengaruh sektor pertambangan masih ada.
Dari sisi produksi, pertumbuhan terbesar terjadi pada lapangan usaha pertambangan dan penggalian sebesar 11,66 persen. Sementara dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) sebesar 11,26 persen.
Bukti lain, betapa berpengaruhnya sektor pertambangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi di NTB. Sepanjang tahun 2023 pertumbuhan ekonomi bumi gora hanya sebesar 1,8 persen. Angka ini berada di bawah rata – rata nasional yang tercatat sebesar 5,05 persen. Sementara dilihat dari 38 provinsi lainnya, pertumbuhan ekonomi NTB berada di peringkat paling bawah.
Kepala BPS Provinsi NTB, Wahyudin menjelaskan, pertumbuhan ekonomi yang hanya 1,8 persen disebabkan sektor tambang yang mengalami kontraksi atau penurunan pada 2023.
“Hingga triwulan II 2023, tidak ada ekspor tambang. Izin ekspor konsentrat keluar pada bulan Juli,” kata Wahyudin di Mataram.
Demikian pada tahun 2025, bahkan kondisinya lebih parah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun ini, baik triwulan I maupun triwulan II, pertumbuhan ekonomi NTB mengalami kontraksi hingga menyentuh angka minus.
Pada triwulan I tahun 2025, pertumbuhan ekonomi NTB mengalami kontraksi hingga dua kali lipat. Yaitu, minus 1,47 persen secara tahunan (y-on-y) dan minus 2,32 persen secara kuartalan (q-to-q).
Wahyudin menyebut, penyebab utama kontraksi ini adalah salah satunya tidak adanya ekspor dari sektor tambang selama tiga bulan pertama tahun 2025 ini.
Untuk diketahui, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba), pemerintah pusat melarang ekspor mineral dalam bentuk mentah. Hal ini sebagai langkah mendorong perusahaan membangun fasilitas pemurnian (smelter) dan meningkatkan nilai tambah mineral di dalam negeri.
Sementara PT AMNT sendiri massa berakhirnya izin ekspor bahan mentah (konsentart tembaga) yaitu pada 31 Desember 2024.
Penghentian ekspor konsentrat tembaga PT AMNT, ternyata berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi NTB. Karena itu, Pemprov NTB bahkan dengan bantuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian melobi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia agar memberikan relaksasi dan membuka keran ekspor bahan mentah bagi PT AMNT.
Mengingat, keberadaan Smelter tembaga dan pemurnian logam mulia milik PT AMNT yang diresmikan pada 23 September 2024 lalu belum optimal beroperasi.
Namun upaya itu belum membuahkan hasil. Artinya, Kementerian ESDM belum membuka keran ekspor hasil tambang dalam bentuk mentah bagi PT AMNT.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Provinsi NTB, Wirawan Ahmad menyebutkan, Pemerintah Pusat belum menyetujui permintaan relaksasi karena menilai yang terjadi di PT AMNT sekarang belum memenuhi kriteria.
Adapun kriteria yang dimaksud, PT AMNT tidak dalam kondisi kahar atau terjadi kejadian luar biasa seperti PT Freeport. Di mana, Smelter PT Freeport mengalami kebakaran pada 14 Oktober 2024 lalu. Mengharuskan penghentian sementara seluruh operasional produksi katoda tembaga di Smelter itu.
“Belum ada kebijakan dari pusat, jadi pelarangan ekspor konsentrat itu tetap terjadi. Karena dalam penilaiannya belum memenuhi kriteria kahar atau force majeure seperti yang terjadi di Freeport. Di mana kebakaran menghentikan hampir seluruh proses produksinya,” jelas Wirawan, Senin, 25 Agustus 2025.
Kondisi ini lagi-lagi menyebabkan ekonomi NTB pada triwulan II tahun 2025 terpuruk, yaitu minus 0,82 persen (yoy). Meski lebih baik dibandingkan triwulan I dalam periode yang sama, angka ini tetap menempatkan NTB pada posisi buncit secara nasional dalam hal pertumbuhan ekonomi. Hanya lebih baik dari Papua Tengah yang terperosok hingga -9,83 persen.
Hingga lewat kuartal I, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (Amman) belum juga mendapat relaksasi ekspor konsentrat.
Saat bersamaan, Smelter belum berfungsi optimal memproses material menjadi katoda tembaga. Sehingga, manajemen Amman berharap, relaksasi dari Kementerian ESDM segera keluar.
Hasil penjualan juga akan meningkatkan kontribusi PT. AMNT bagi perekonomian daerah dan pusat. Khusus di daerah NTB, dapat mendongkrak angka perekonomian yang minus 1,47 persen.
Berdasarkan peraturan yang berlaku sejak awal tahun ini, ekspor konsentrat memang tidak diizinkan. Penjualan hanya bisa dilakukan untuk produk katoda dan turunan dari Smelter.
“Pada kuartal pertama belum terdapat penjualan karena katoda tembaga pertama baru diproduksi akhir Maret 2025, dengan kuantitas yang cukup rendah,” kata Vice President Corporate Communications Amman, Kartika Octaviana melalui keterangan tertulis ke NTBSatu, Kamis 5 Juni 2025.
Kendati demikian, produksi konsentrat dari tambang Batu Hijau terus berlangsung normal. Tapi tak ada produksi katoda tembaga sebagai produk olahan, sehingga konsentrat menumpuk.
“Konsentrat tembaga tersebut telah menumpuk karena belum dapat sepenuhnya diserap oleh Smelter, akibat berbagai kendala teknis yang tidak sederhana,” kata Vina, sapaan eks Presenter Metro TV ini.
Namun tak disebutkan volume material yang terkumpul.
Karena Smelter belum bisa menyerap secara optimal, gudang penyimpanan saat ini sudah mendekati level optimal.
Berharap Kebijakan Pemerintah
Hingga lewat kuartal I, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (Amman) belum juga mendapat relaksasi ekspor konsentrat.
Saat bersamaan, Smelter belum berfungsi optimal memproses material menjadi katoda tembaga. Sehingga, manajemen Amman berharap, relaksasi dari Kementerian ESDM segera keluar.
“Pada kuartal pertama belum terdapat penjualan karena katoda tembaga pertama baru diproduksi akhir Maret 2025, dengan kuantitas yang cukup rendah,” kata Kartika Octaviana lagi, melalui keterangan tertulis ke NTBSatu, Kamis 5 Juni 2025 lalu.
Kebijaksanaan pemerintah dan fleksibilitas kebijakan, terutama terkait penjualan konsentrat tembaga akan sangat membantu perusahaan dalam menjaga kekuatan finansial selagi berupaya mengoptimalkan Smelter.
“Meskipun demikian, PT. AMNT sebagai pelaku usaha akan selalu mematuhi peraturan yang dikeluarkan pemerintah,” ujar Vina.
Tugas pihaknya sebagai perusahaan tambang, memastikan rencana tambang yang sudah di-submit ke pemerintah melalui Kementerian ESDM itu berjalan semestinya. Sehingga, produksi konsentrat masih berjalan seperti biasa.
Tetap Upaya Optimalisasi
Terlepas dari kondisi tersebut, PT. AMNT saat ini masih terus mengoptimalisasi komisioning dan ramp up pabrik Smelter tembaga yang terletak di Kabupaten Sumbawa Barat itu.
Proses optimalisasi smelter membutuhkan waktu yang tidak singkat. Bahkan di berbagai belahan dunia, lanjut Vina, Smelter baru bisa berproduksi optimal dalam waktu belasan hingga puluhan bulan.
Proses komisioning dan ramp up smelter memang memiliki tantangan tersendiri, karena teknologi yang begitu kompleks dan terdapat ribuan komponen yang harus kami pastikan berfungsi dengan baik.
“Kami menghadapi berbagai kendala teknis yang harus terus kita tanggapi dan perbaiki seiring waktu. Proses uji coba produksi dilakukan secara bertahap dan konservatif, dengan prioritas utama pada faktor Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),” paparnya.
Jika ada indikator yang menunjukkan perlunya dilakukan kalibrasi, produksi akan dihentikan sementara untuk perbaikan.
Pada prinsipnya, kedua belah pihak, baik Pemerintah maupun PT Amman Mineral punya kesamaan visi untuk pertumbuhan ekonomi daerah.
Pemprov NTB memang punya peluang pertumbuhan ekonomi dari sektor lain, seperti pertanian. Di tengah kontraksi, Triwulan II sektor pertanian menyumbang 3,71 persen (y-on-y).
Tapi jika pertimbangannya realitas saat ini, relaksasi ekspor konsentrat adalah solusi berjenjang jika ingin diksi“kontraksi ekonomi”hilang dari grafik pertumbuhan daerah.
Perlu ada kebijaksanaan untuk mendorong keseimbangan antara kebijakan pemerintah dengan kondisi masyarakat saat ini.
Sebagaimana teori balancing economy, ada keselarasan antara berbagai faktor yang saling berinteraksi. Antara relaksasi ekspor konsentrat, dengan kesimbangan sosial dan masa depan ekonomi masyarakat NTB. (*)