Dewan tak Setuju Gaji Tim Percepatan dari APBD: Pembahasannya Tidak Melibatkan Legislatif

Mataram (NTBSatu) – DPRD Provinsi NTB menyoroti pembentukan tim percepatan gubernur. Apalagi kabarnya, mereka akan digaji menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD NTB, Muhammad Aminurlah menegaskan, adapun 15 orang tim percepatan yang ditetapkan Gubernur Lalu Muhamad Iqbal, tidak boleh digaji lewat APBD.
Alasannya, dalam pembahasan Perubahan Kebijakan Umum APBD dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS), TAPD tidak pernah sama sekali membahas pembentukan tim percepatan. Apalagi menyesuaikan alokasi gaji untuk mereka.
“Selama ini Gubernur Lalu Muhamad Iqbal hanya main sendiri. Tidak pernah melibatkan legislatif dalam pembentukan tim tersebut,” kata Maman, sapaan Muhammad Aminurlah, usai rapat paripurna DPRD NTB, Jumat, 26 September 2025.
Menurutnya, jika tim percepatan gubernur digaji lewat APBD, harusnya Iqbal bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melaporkan pembentukan itu ke legislatif. Selaku lembaga pengawasan eksekutif.
“Seharusnya dilaporkan, karena menggunakan uang rakyat. Gubernur saja tidak melapor, membahas saja kita tidak pernah. Hanya menyetujui dalam waktu yang sesingkat ini,” ujarnya.
Menurut Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, berdasarkan regulasi, tim hasil rancangan gubernur ini, tidak boleh digaji lewat APBD Perubahan 2025. Terutama, karena penjelasan mengenai penggajian tim percepatan ini tidak ada di nota keuangan.
“Harusnya tidak boleh (lewat APBD, red) kalau kita benar-benar bagaimana menyejahterakan masyarakat. Harusnya ada laporan Pak Gubernur kalau memang ada ide untuk tim percepatan. Di nota keuangan kan tidak ada,” ujarnya.
Sebut Menambah Beban Fiskal Daerah
Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi mengatakan, pembentukan tim percepatan hanya akan menambah beban fiskal daerah. Apalagi, belanja pegawai menguras 38 persen dari APBD. Begitupun di tengah kondisi NTB yang sedang menerapkan efisiensi.
“Pasti berdampak ke anggaran, karena nanti itu dibebankan ke APBD. Belanja pegawai kita 38 persen dari total belanja daerah. Sementara PR (Pekerjaan Rumah, red) kita adalah menekan belanja pegawai ke bawah 30 persen,” jelasnya.
Ia mengatakan, meski pembentukan tim percepatan membebankan APBD. Hal itu tidak menjadi masalah, apabila tim bentukan Gubernur Iqbal itu mampu meningkatkan produktivitas daerah dengan keahlian dan pemikiran mereka selaku akademisi dan teknokrat.
“Tapi kalau hanya menjadi wadah penampung, itu kan kacau. Karena penggunaan uang itu harus berbanding lurus dengan produktivitasnya. Penggunaan uang itu output-nya productivity (keluarannya produktivitas, red),” katanya. (*)