Miris, NTB Masuk 3 Besar Provinsi Pekerja Anak Terbanyak di Indonesia 2024

Mataram (NTBSatu) – Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatatkan diri sebagai provinsi dengan jumlah pekerja anak tertinggi ketiga secara nasional, pada tahun 2024. Data ini diungkap oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari laporan GoodStats.
Menurut laporan tersebut, NTB memiliki persentase pekerja anak sebesar 5,51 persen. Jumlah tersebut berada di bawah Nusa Tenggara Timur 7,2 persen dan Sulawesi Tenggara 6,54 persen.
Angka ini menunjukkan, ribuan anak-anak usia 10 hingga 17 tahun di NTB terlibat dalam aktivitas kerja yang seharusnya menjadi tanggung jawab orang dewasa.
Kondisi ini menjadi sorotan karena anak-anak yang tinggal di provinsi ini masih menghadapi tekanan ekonomi, ketimpangan akses pendidikan. Serta, kurangnya pengawasan terhadap regulasi ketenagakerjaan anak.
Banyak dari mereka terpaksa bekerja untuk membantu perekonomian keluarga, terutama di daerah-daerah terpencil yang minim fasilitas pendidikan dan infrastruktur.
Secara nasional, tingkat pekerja anak tahun 2024 mengalami peningkatan menjadi 2,85 persen, naik dari 2,39 persen pada tahun sebelumnya.
Kenaikan ini menjadi yang pertama dalam tiga tahun terakhir dan menunjukkan, isu pekerja anak belum berhasil ditekan secara optimal oleh pemerintah dan stakeholder terkait.
Padahal, secara hukum, Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia telah menetapkan batas usia minimal untuk bekerja adalah 18 tahun.
Memang terdapat pengecualian yang memungkinkan anak usia 13-15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan. Namun, harus dengan pengawasan ketat dan memenuhi sejumlah persyaratan. Termasuk izin dari orang tua, waktu kerja maksimal tiga jam per hari, serta tidak mengganggu kegiatan sekolah.
Sayangnya, di NTB dan beberapa provinsi lain dengan angka pekerja anak tinggi, implementasi dan pengawasan terhadap aturan tersebut belum berjalan maksimal.
Kondisi ini menunjukkan, NTB membutuhkan intervensi serius agar generasi muda tidak terus terjebak dalam siklus kerja usia dini. Serta, kehilangan hak dasarnya untuk tumbuh, belajar, dan berkembang secara layak. (*)