HEADLINE NEWSPemerintahan

Bawaslu NTB dan Gedung Wanita Terancam Dieksekusi, Pemprov Menduga Ada Permainan Mafia Tanah

Mataram (NTBSatu) – Pemprov NTB menanggapi putusan bebas pemohon kasasi Ida Made Singarsa, kasus pemalsuan surat lahan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram.

Di mana pada tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA), terdakwa, Ida Made Singarsa dibebaskan oleh Hakim MA.

Atas putusan itu, Pemprov NTB menduga adanya indikasi permainan dari mafia tanah yang mempengaruhi putusan tersebut.

“Kuat dugaan kami adanya indikasi permainan dari mafia tanah dalam putusan ini,” kata Kepala Biro Hukum Setda NTB, Lalu Rudy Gunawan kepada NTBSatu, Jumat, 13 Juni 2025.

IKLAN

Karena itu, Tim Kuasa Hukum Biro hukum, bertekad akan melakukan perlawanan, berjuang merebut kembali Gedung Wanita dan Bawaslu NTB dengan posisi sebagai penggugat. Yaitu dengan cara melakukan gugatan baru terhadap Ida Made Singarsa.

“Karena kami yakin kalau surat yang digunakan oleh terdakwa Ida Made Singarsa tersebut memang palsu,” ujar Rudy.

Bukan tanpa alasan, berdasarkan kesaksian dari ahli bahasa yang menemukan ada dua jenis ejaan dalam surat tersebut, yang tidak mungkin ada dalam satu surat.

IKLAN

“Pada tahun dibuatnya surat tersebut, ejaan yang berlaku adalah ejaan Suwandi. Tapi nyatanya ada juga Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dalam surat tersebut, padahal ejaan EYD belum berlaku,” ungkapnya.

Kemudian, pada saat proses penyidikan masih berjalan di Polda NTB, terdakwa atas inisiatif dan kesadaran sendiri, telah membuat pernyataan dihadapan notaris yaitu pengakuan bahwa benar tanah Bawaslu NTB dan Gedung Wanita bukan milik terdakwa.

“Terdakwa hanya disuruh mengakui (dimanfaatkan) oleh H. Patoni dan seorang Mantan Pejabat di Pemprov (tidak layak saya sebutkan namanya karena yang bersangkutan sudah Almarhum),” tuturnya.

IKLAN

Berdasarkan pertimbangan hukumnya, lanjut Rudy, adanya akta pernyataan di hadapan notaris yang dibuat dan ditandatangani terdakwa Ida Made Singarsa (sebelumnya sebagai penggugat), dapat dianggap sah dan dapat digunakan sebagai dasar hukum Pemprov NTB mengajukan gugatan perdata baru.

“Yaitu dengan dua opsi, pertama gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH), dasar hukumnya Pasal 1365 KUHP atau gugatan pengembalian hak milik atas tanah (Revindikasi), dasar hukumnya Pasal 1991 KUHP,” jelasnya.

Kekuatan Hukum Akta Notaris

Menurut Rudy, akta notaris tersebut termasuk akta otentik sebagaimana dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yaitu: “Suatu akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang di hadapan pejabat umum yang berwenang”.

Dengan demikian, akta ini memiliki kekuatan pembuktian sempurna sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya (Pasal 1870 KUHPerdata).

“Dalam konteks perdata, pengakuan pihak lawan (Ida Made Singarsa) yang tertuang dalam akta otentik adalah bukti yang sangat kuat,” terang Rudy.

Kemudian, berdasarkan akta notaris itu juga, Pemprov NTB akan meminta eksekusi pembatalan putusan perdata lama melalui PK Perdata (Peninjauan Kembali) kedua.

Alasan hukumnya, Putusan Perdata yang dimenangkan penggugat (Ida Made Singarsa) dulu dianggap “berdasarkan bukti palsu” (yang kini diakui sendiri oleh penggugat I Made Singarsa dihadapan Notaris).

“Pemprov dapat mengajukan Peninjauan Kembali atas putusan tersebut, dengan dasar “novum” berupa akta pengakuan tersebut,” bebernya.

“Namun langkah awal yang akan kami lakukan adalah berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum, guna mempelajari pertimbangan hukum apa yang digunakan oleh Hakim MA yang membebaskan terdakwa,” sambungnya.

Kemungkinan Terdakwa Menyanggah

Di balik sejumlah upaya yang akan dilakukan Pemprov tersebut, kata Rudy, ada kemungkinan Ida Made Singarsa akan menyanggah dengan mengatakan bahwa pernyataannya dalam akta notaris tersebut dibuat karena adanya tekanan atau paksaan atau bujuk rayu, baik dari Polisi maupun dari Pemprov NTB.

Namun mengantisipasi hal itu terjadi, Pemprov NTB sudah siap dengan alibi hukumnya bahwa secara hukum, alasan tekanan atau paksaan atau bujuk rayu, hanya dapat diterima jika dibuktikan secara nyata dan meyakinkan oleh pihak yang mengklaimnya.

Dalam konteks perkara ini, misalnya pertemuan antara Tim Kuasa Hukum Biro Hukum dengan Ida Made Singarsa berlangsung atas inisiatif Ida Made Singarsa sendiri, melalui penyidik Polda NTB.

Kemudian, kuasa hukum Pemprov bahkan tidak pernah secara aktif melakukan tindakan apapun pada saat akta tersebut dibuat dan ditandatangani oleh Ida Made Singarsa dihadapan Notaris.

Selanjutnya, pernyataan dibuat secara sukarela, tanpa paksaan, tekanan atau bujuk rayu dan di hadapan pejabat umum (botaris) yang independen.

Serta, dalam praktik notarial, Notaris wajib menanyakan dan memastikan bahwa pernyataan dibuat tanpa tekanan dan dalam keadaan sadar.

“Maka, klaim tekanan atau paksaan atau bujuk rayu tersebut sulit dibuktikan secara yuridis dan umumnya tidak menggugurkan kekuatan akta, kecuali dibuktikan sebaliknya melalui putusan pengadilan,” pungkas Rudy.

Kalah Kasasi

Pada pemberitaan sebelumnya disebutkan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB keok di tingkat kasasi, kasus pemalsuan surat lahan Kantor Bawaslu NTB dan Gedung Wanita di Jalan Udayana, Kota Mataram.

Pemohon kasasi adalah Ida Made Singarsa, terdakwa kasus pemalsuan surat. Hal itu berdasarkan nomor perkara 429/Pid.B/2024/PN Mtr.

Amar putusan berisi, menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan mengabulkan kasasi terdakwa. “Tidak terbukti dakwaan penuntut umum dan membebaskan terdakwa dari dakwaan JPU,” bunyi amar mengutip dalam laman resmi Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Kamis, 12 Juni 2025.

Humas PN Mataram, Kelik Trimargo membenarkan adanya putusan kasasi Made Singarsa tersebut. Namun pihaknya belum menerima berkas fisik.

“Putusan kasasinya belum turun dari MA. Kalau di website MA, memang sudah putus. Tapi berkasnya belum kita terima,” ujarnya kepada NTBSatu.

Pengadilan belum memastikan akan melakukan eksekusi terhadap lahan tersebut. Menyusul belum menerima putusan lengkap dari MA.

“Nanti setelah menerima, Ketua (PN Mataram) pelajari apa pertimbangan hukumnya. Kemudian memanggil kedua belah pihak,” ujar Kelik. (*)

Berita Terkait

Back to top button