Mataram (NTBSatu) – Nurul Izzati yang meninggal dunia di Ponpes Al Aziziyah, Gunungsari, Lombok Barat, pada pertengahan 2024 lalu hingga kini belum mendapat keadilan.
Orang tua korban, Mahmud menyebut, sampai kapan pun tidak akan mengikhlaskan kematian anaknya selama tidak mendapat keadilan.
“Sampai akhirat pun saya tidak akan ikhlas,” ujar Mahmud dalam telepon video dengan Kuasa Hukum Yan Mangandar, Rabu, 7 Mei 2025.
Bahkan, akibat peristiwa itu Mahmud kini jatuh sakit akibat terus kepikiran dengan mendiang Nurul. “Sekarang sakit lambung, demam berdarah, karena kepikiran terus,” ungkapnya.
Ia pun berharap para penegak hukum dapat mendatang keadilan bagi korban. “Bahkan saya berharap Ponpes itu ditutup,” ucapnya.
Sebelumnya, polisi telah memeriksa sekitar 50 orang saksi terkait kasus kematian Nurul. Termasuk Kepala Sekolah MTS, beberapa santriwati, dan tenaga kesehatan pondok pesantren.
“Kami tetap profesional, pemeriksaan masih terus berlanjut. Sekarang lebih dari 50 (saksi, red),” kata Kapolresta Mataram, Kombes Pol Ariefaldi Warganegara pada Juli 2024 lalu.
Kapolresta mengaku, telah mengetahui gambaran umum hasil autopsi jenazah santriwati asal Ende Nusa Tenggara Timur itu dari RS Bhayangkara. Namun, ia belum bisa menjelaskan secara detail lantaran pihak rumah sakit belum menyerahkannya secara tertulis.
“Ada beberapa hal unsur laboratorium dan lain sebagainya. Autopsi bukan hanya sekedar blak-blak begitu saja,” ujar Ariefaldi.
Ariefaldi memastikan pengusutan kematian santriwati Ponpes Al-Aziziyah tetap berjalan secara profesional.
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Sat Reskrim Polresta Mataram siap bertindak secara aturan, jika menemukan ada indikasi penganiayaan terhadap wafatnya Nurul Izzati.
Sebagai informasi, Nurul Izzati meninggal dunia pada Sabtu, 29 Juni 2024 pagi di RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur. Jenazah almarhumah itu dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Mataram untuk menjalani autopsi.
Meski penyebab kematian Nurul belum pasti, tapi keluarga menduga kuat jika korban mengalami penganiayaan di tempatnya menuntut ilmu. Hal itu setelah keluarga melihat korban mengalami luka-luka di beberapa anggota tubuhnya. (*)