Mataram (NTBSatu) – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB resmi menyita aset lahan milik Pemda Lombok Barat di area Lombok City Center (LCC) pada Senin, 9 Desember 2024 malam.
Penyitaan aset di Desa Gerimax, Kecamatan Narmada ini merupakan bagian dari langkah kejaksaan melakukan penyidikan dugaan korupsi lahan kerja sama pembangunan LCC. Sebagai informasi, pembangunan bangunan tersebut dilaksanakan perusaah daerah Pemkab Lombok Barat, PT Tripat dengan PT Bliss Pembangunan Sejahtera (BPS).
Plt Asisten Intelijen (Asintel) Kejati NTB, Iwan Setiawan mengatakan, pihaknya akan menjadikan aset itu sebagai salah satu barang bukti. Penyitaan berdasarkan Keputusan Pengadilan Nomor 45/Pen.Sus-TPK-SITA/2024/PN.Mtr tanggal 6 Desember 2024.
Dengan penyitaan ini, kewenangan aset lahan dan sertifikatnya kini berada di bawah penyidik Kejati NTB. Bukan kewenangan pihak PT BPS atau pun PT Tripat.
“Kami saat ini masih melakukan penyidikan (korupsi LCC). Sehingga kami harus melakukan tindakan yang sifatnya memaksa untuk projusticia, salah satunya adalah penyitaan,” tegas Iwan.
Ia menjelaskan, lahan di LCC dengan luas 8,6 hektare ini terbagi menjadi dua. Yang jaksa sita merupakan lahan dengan sertifikat HGB 02. Tujuan penyitaan ini agar tidak mendapat gangguan oleh pihak lain.
“Siapapun yang menggunakan lahan ini, maka mereka telah melanggar hukum,” tegasnya menutup.
Kajati NTB, Enen Saribanon mengungkap, pihaknya telah mengantongi empat orang calon tersangka dugaan korupsi LCC Lombok Barat. Dan Saat ini penyidik masih menunggu Penghitungan Kerugian Negara (PKN) dari akuntan publik.
Namun, sambung Kajati, berdasarkan perhitungan internal kejaksaan muncul kerugian Rp36 miliar. Angka itu berasal dari pencarian kredit Bank Sinarmas yang menjadikan aset itu sebagai agunan PT BLIS yang melakukan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan Badan Usaha Milik Daerah (BMUD) Lombok Barat, PT Tripat.
Riwayat Kasus
Sebagai informasi, sebelumnya jaksa pernah mengusut kasus serupa. Hasilnya, dua orang menjadi tersangka. Mereka adalah mantan Direktur PT Tripat Lombok Barat, Lalu Azril Sopandi dan mantan Manager Keuangan PT Tripat, Abdurrazak.
Hakim memvonis Lalu Azril Sopandi dengan 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Tak hanya itu, ia juga dibebankan membayar uang pengganti Rp891 juta subsider 2 tahun penjara.
Sedangkan Abdurrazak, hakim menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan kurungan. Majelis pun membebankan yang bersangkutan membayar uang pengganti Rp235 juta subsider satu tahun penjara.
Majelis hakim menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014 lalu. Saat Azril Sopandi menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda mendapat penyertaan modal dari Pemda Lombok Barat berupa lahan strategis di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada.
Lahan itu menjadi modal PT Tripat membangun kerja sama untuk mengelola LCC dengan pihak ketiga, yakni PT Bliss.
Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, dijadikan agunan PT Bliss. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman Rp264 miliar dari Bank Sinarmas.
Majelis hakim menilai perjanjian kerja sama PT Tripat dengan PT Bliss adalah pelanggaran hukum. Karena selain klausul mencantumkan periode kerja sama tanpa batas waktu, juga tertutupnya peluang adendum. (*)