Lombok Utara

Investigasi Walhi Krisis Air di Gili Meno: Ancaman Kerusakan Ekosistem dan Ternak Mati

Mataram (NTBSatu) – Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB memimpin langsung penolakan rencana pembangunan instalasi air di Gili Meno, Desa Gili Indah Kecamatan Pemenang Lombok Utara. Menurut Walhi, ancaman kerusakan akosistem laut di depan mata jika investasi PT TCN terealisasi. Pada sisi lain, krisis air yang sudah melanda pulau kecil dekat Gili Trawangan itu berdampak buruk para urusan pangan. Puluhan ekor sapi mati dan sebagian dijual murah pemiliknya.

Aksi penolakan dilakukan dengan memasang spanduk di depan proyek penampungan air sementara milik PT TCN di Gili Indah. Spanduk lainnya terpajang di loket masuk Gili Meno yang terhubung dengan dermaga penyeberangan.

“Hari ini membuktikan, bahwa perjuangan ini dari desa. Hari ini kita membuktikan, bahwa negara masih abai pemenuhan kebutuhan air bersih. Kita diberikan air bersih tapi dengan merusak linkungan, ini yang kita catat,” tegas Direktur Eksekutif Walhi NTB, Amri Nuryadi saat memimpin aksi di Gili Meno, Kamis 10 Oktober 2024.

Manager Site PT TCN, Yudiartha menanggapi demo penolakan itu. Ia akan segera berkomunikasi dengan manajemen pusat untuk merespons tuntutan warga. “Apapun keputusan manajemen, itu yang kita ikuti,” jawabnya. Tapi bisa dipastikan, saat ini belum ada rencana pembangunan instalasi air untuk sebagaimana diisukan. Proyek yang ada saat ini, pembangunan hanya penampung air bersih sementara.

Namun Walhi memperkirakan, proyek ini akan berlanjut, karena sudah dijalin kerja sama dengan PDAM Lombok Utara. Karena itu, sebelum terlalu jauh, upaya penolakan warga sejak 2012 lalu akan dilakukan advokasi aktivis Walhi.

IKLAN

Ancaman Kerusakan dan Ternak Mati

Spanduk Walhi dibentangkan saat demo penolakan PT TCN oleh warga Gili Meno. Foto: Haris Al Kindi

Hasil investigasi yang dilakukan Walhi NTB pada 5-7 Agustus 2024 menemukan bukti nyata mengenai dampak negatif operasional PT.TCN terhadap lingkungan dan masyarakat di Gili Trawangan dan Gili Meno. Investigasi ini juga menjadi bahan penting untuk kampanye publik dan advokasi dalam upaya melindungi hak atas air bersih dan lingkungan hidup yang sehat di kawasan tersebut. Berikut catatan temuan Walhi:

1. Kerusakan Terumbu Karang

Di Gili Trawangan, kerusakan terumbu karang telah mencapai panjang 1,6 km dan lebar 200 meter akibat limbah salinitas tinggi dari aktivitas penyulingan air laut oleh PT TCN. Diperkuat oleh Investigasi yang dilakukan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang juga menemukan bahwa limbah tersebut telah mencemari perairan, membahayakan ekosistem laut yang vital bagi keanekaragaman hayati dan pariwisata. Meski sudah ada perintah penghentian operasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), PT TCN tetap melanjutkan aktivitasnya.

Terumbu karang merupakan aset ekosistem yang sangat penting, bukan hanya bagi keseimbangan alam, tetapi juga bagi keberlanjutan sektor pariwisata di Gili. Dengan rusaknya terumbu karang, tentu i daya tarik wisata bahari berpotens berkurang, yang berdampak langsung pada penurunan jumlah wisatawan dan pada akhirnya memukul perekonomian lokal.

2. Krisis Air Bersih dan Kematian Ternak

Krisis air bersih juga diperburuk dengan kematian ternak di kawasan tersebut. Informasi warga setempat, ditemukan bahwa 10 ekor sapi mati karena kekurangan air, diikuti dengan 12 kambing milik Haji Nuh yang mati di satu kandang. Selain itu, 21 sapi dijual dengan harga murah senilai Rp 49,6 juta karena para peternak tidak mampu lagi menyediakan air yang cukup untuk memelihara ternak mereka.

Kondisi ini menggarisbawahi bahwa krisis air bersih telah berdampak jauh lebih luas daripada sekadar kebutuhan domestik, tetapi juga mengancam ketahanan pangan dan sumber penghidupan masyarakat. Kematian ternak secara signifikan akan menurunkan pendapatan peternak, yang pada akhirnya memengaruhi stabilitas ekonomi lokal.

3. Intimidasi dan Pelanggaran Hak Warga

Salah satu hasil investigasi yang paling mencolok adalah adanya intimidasi terhadap warga yang bersuara kritis terhadap PT TCN. Sebanyak 11 warga dipanggil polisi karena menolak keberadaan perusahaan tersebut dan menuduh mereka menyebarkan informasi palsu serta menghasut. Aparat penegak hukum bahkan mengancam pengusaha asing yang turut menyuarakan kritik, dengan ancaman deportasi dan penutupan usaha.

Keadaan ini menciptakan suasana ketakutan dan ketidakpastian di antara masyarakat. Ketika warga yang memperjuangkan haknya justru diintimidasi, maka negara gagal melindungi hak-hak dasar rakyatnya. Intimidasi ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjamin hak setiap orang untuk bebas menyuarakan pendapat dan berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan.

Karena itu, Amri mendesak Pemda KLU dan Pemprov NTB segera bergerak untuk mencari solusi atas hak warga atas pemenuhan kebutuhan air bersih.

Hal ini berlaku sesuai ketentuan UU Nomor 17 tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Kemudian Pasal 6 dengan tegas menyatakan, bahwa negara menjamin hak rakyat mendapatkan air bersih.

“Krisis di Gili Trawangan dan Gili Meno menunjukkan kegagalan negara dalam melindungi lingkungan dan hak masyarakat atas air bersih. Pencabutan izin oleh KKP adalah langkah yang tepat, namun penegakan hukum yang tegas harus mengikuti, terutama terhadap perusahaan yang terus beroperasi secara ilegal,” pungkasnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button