Hukrim

Bekas Kadis ESDM NTB “Berkontribusi” Rugikan Negara Rp14 miliar

Mataram (NTB Satu) – Bekas Kepala Dinas (Kadis) ESDM NTB sekaligus terdakwa korupsi pasir besi Lombok Timur, Zainal Abidin menjalani sidang perdananya, Jumat, 13 Oktober 2023.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa, “surat sakti” untuk PT AMG yang ditandatangani Zainal Abidin “berkontribusi” menyebabkan kerugian negara. Penerbitan surat itu pada tahun 2022.

JPU yang diwakili Budi Tridadi mengatakan, surat dengan nomor 540/346/DESDM/2022 tanggal 27 April 2022 itu digunakan untuk pengapalan hasil tambang milik PT AMG.

Tahun 2022, surat itu digunakan PT AMG sebanyak 12 kali untuk menjual hasil tambang ke sejumlah perusahaan.

“Total tonasenya mencapai 93.897. 683 ton,” kata Budi Tridadi di ruang sidang PN Tipikor Mataram.

IKLAN

Penjualan tambang itu, sambungnya, dilakukan sejak 14 April sampai 22 Desember 2022. Akibatnya, muncul kerugian negara Rp14 miliar.

Sebelumnya, dalam sidang perdana terdakwa Po Suwandi dan Rinus Adam terungkap aliran dana mengalir ke sejumlah pihak. Salah satunya, Rinus Adam mentransfer sebanyak Rp35 juta ke tersangka Zainal Abidin.

Berita Terkini:

“Rp32 juta digunakan untuk membeli 100 lembar tiket MXGP di Sumbawa. Tiket itu diserahkan ke keluarga Zainal Abidin di Sumbawa,” kata JPU yang diwakili Fajar Alamsyah Malo.

IKLAN

Zainal Abidin yang saat itu menjabat sebagai Kadis ESDM NTB meminta Rp50 juta kepada Kacab PT AMG tersebut.

Uang itu akan digunakan untuk menyukseskan event MXGP di Sumbawa. Namun, Rinus Adam yang juga Kacab PT AMG hanya mampu memberi Rp35 juta.

Sementara bekas Kadis ESDM Muhammad Husni, terungkap menerbitkan surat pernyataan RKAB PT AMG masih dalam tahap evaluasi.

Perusahaan yang beraktivitas di Dusun Dedalpak, Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya itu menggunakan surat itu sejak 28 Februari hingga 27 Maret tahun 2021.

Hasil tambang yang diperoleh dari surat itu adalah 49.082,629 ton pasir besi. Total harganya Rp6,8 miliar.

Sebagai terdakwa, Zainal Abidin dan Muhammad Husni didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, keduanya dijerat dengan Pasal 11, pasal 12 A dan pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 200w tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP. (KHN)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button