Pemerintahan

Pentas Wayang Botol SPWS Rayakan 75 Tahun Persahabatan Indonesia – Prancis

Mataram (NTBSatu) – Hake, seekor ikan kecil dari Teluk Biscay Prancis terdampar di perairan Indonesia. Ia bertemu Octo, Gurita yang baik hati. Octo berjanji menolong Hake kembali ke rumahnya. Dialog dua makhluk laut itu tiba-tiba terganggu bau tak sedap. Hake pusing lalu pingsan, tak kuat menahan bau yang menyengat. Rupanya sumber bau itu adalah tumpukan sampah yang sudah berubah menjadi raksasa sampah.

Potongan cerita dalam lakon wayang Botol bertajuk Octo Si Penjaga Laut itu, dimainkan anak-anak Sekolah Luar Biasa (SLB) 1 Mataram, dan Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS) di Hari Bumi, Selasa, 22 April 2025.

Pertunjukan itu adalah bagian dari perayaan 75 tahun persahabatan Indonesia – Prancis dan satu dekade SPWS. Pertunjukan yang mengangkat tema persahabatan anak-anak dunia membangun kesadaraan menjaga lingkungan itu, berhasil memukau ratusan penonton yang sebagian besar adalah siswa SLB, SMK, dan SMA se-Pulau Lombok.

“Saya sangat terinspirasi dengan pertunjukan ini,” kata Lia seorang pelajar SMK 1 Narmada sambil memainkan wayang botolnya.

“Saya tertantang, anak-anak SLB yang memiliki keistimewaan saja berani tampil, kenapa saya tidak,” tambahnya.

IKLAN

Usai pertunjukan, sejumlah anak dari beberapa SLB terlihat sangat berani untuk tampil, bercerita tentang cita-cita dan sekolah mereka. Setiap anak yang tampil membawa wayang botol yang panitia sediakan, sebagai cinderamata.

Apresiasi Penonton

Kepala SLBN 1 Mataram, Kamtono mengaku gembira melihat penampilan anak didiknya. Pertunjukan kolaborasi SLB 1 Mataram, SPSW, dan Prodi Sendratasik UNU NTB serta dukungan Kedutaan Prancis itu bisa berjalan dengan baik.

“Saya berharap sekolah-sekolah yang lain juga bisa melakukan kegiatan, agar warisan budaya wayang bisa tetap lestari di Lombok dan mendunia,” ungkapnya.

Selain di Taman Budaya Mataram, Octo si Penjaga Laut juga disaksikan melalui saluran Zoom dan kanal YouTube Sekolah Wayang Sasak.

“Seru sekali pertunjukannya,” kata Rizkiyah, seorang penonton online.

“Dalam waktu dekat Watol juga akan berjalan-jalan ke Eropa,” kata Rizkiyah dalam dialog interaktif usai pertunjukan.

Rizkiyah menyebut wayang Botol adalah media yang efektif untuk mengkampanyekan berbagai hal.

“Anak-anak di Lombok Tengah menggunakan wayang Botol untuk kampanye pencegahan pernikahan anak,” katanya.

Ajak Jaga Lingkungan dan Cintai Budaya

Penggagas Sekolah Pedalangan Wayang Sasak sekaligus penulis naskah dan Sutradara lakon Octo Si Penjaga Laut, Pikong Fitri Rachmawati menyampaikan apresiasi dan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu jalannya pertunjukan.

Selain itu, ia juga mengajak anak-anak yang hadir menyaksikan pertunjukan untuk menjaga lingkungan tetap bersih dari sampah. Sekaligus mencintai budaya.

“Saya berharap adik-adik yang menonton pertunjukan hari ini, kelak akan naik ke panggung ini menjadi dalang-dalang, memainkan wayang mereka,” kata Pikong.

Lakon Octo Si Penjaga Laut berakhir dengan terusirnya sosok Raksasa Sampah. Hake si ikan kecil dari Prancis, selamat. Proses pengusiran Raksasa Sampah melibatkan aktor dan penonton. Adalah Raden Umar Maye, tokoh cerdas dan bijaksana dalam wayang kulit Sasak yang mengingatkan semua orang untuk bersatu melawan kejahatan.

Dalam setiap pergelaran wayang botol, karakter dan nuansa wayang kulit Sasak selalu dihadirkan. Termasuk adegan pembukaan dalam pertunjukan ini yang melibatkan Daang Sukardi, salah seorang dalang terkemuka di Lombok.

Menurut Pikong, wayang Botol adalah hasil inovasi SPWS yang akan menjadi jembatan mengenalkan wayang Sasak.

Ia berharap setelah memainkan wayang Botol, anak-anak tertarik mempelajari wayang Sasak. “Agar kita tak kehilangan jejak seni tradisi wayang Sasak,” harapnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button