Mataram (NTBSatu) – Beredar pesan WhatsApp Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB, Muhammad Taufieq Hidayat yang dikirim ke salah satu grup WhatsApp berisikan sejumlah pejabat Pemprov NTB.
Isi chat tersebut menceritakan dirinya yang dipanggil Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Provinsi NTB, Yusron Hadi untuk menghadap ke kantornya. Pemanggilan tersebut terkait dengan hasil Job Fit atau uji kompetensi pejabat eselon II beberapa waktu lalu.
Dalam pertemuan itu, Plt Kepala BKD menanyakan sejumlah hal kepada Taufieq berkaitan dengan hasil wawancara dalam uji kompetensi tersebut. Salah satunya tentang pengakuan Taufieq yang merasa tidak nyaman lagi di Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB.
Rasa tidak nyaman yang diakui Taufieq dalam chat tersebut semata-mata karena faktor non-teknis. Bukan faktor teknis kepertanian. Ia menyadari, tujuan dari tusi-tusi di Dinas Pertanian sejalan dengan kegiatan usaha yang ia tekuni selama 30-an tahun terakhir.
Lantaran demikian, Yusron menawarkan kepada Taufieq untuk beralih ke Jabatan Fungsional Madya. Pengakuannya, tawaran tersebut berdasarkan pesan Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal. Alasannya, karena tidak ingin mengecewakan Taufieq.
Taufieq sendiri menyambut baik tawaran tersebut. Sebab pengakuannya, sudah beberapa kali ia mengajukan untuk peralihan jabatan dari struktural ke fungsional. Hanya saja sekarang, Taufieq mempermasalahkan usianya yang tidak memenuhi untuk peralihan jabatan tersebut. Karena syaratnya maksimal usia 56 tahun sudah lulus atau keterima. Sementara usia Taufieq sekarang sudah 57 tahun.
Ditawari Demosi Mandiri
Dari situ, Taufieq mengaku terus kepikiran atas tawaran itu. Ia merasa jika dirinya ditawari “Demosi Mandiri” oleh Plt Kepala BKD NTB. Dalam hal ini dia tidak sendiri, ada juga Kepala Biro Adpim, Khairul Akbar dan Kepala Biro PBJ, Roni Yuhaeri.
Mengapa penyebutannya dengan istilah “Demosi Mandiri” Taufieq menjelaskan bahwa penawaran itu dengan meminta ia dan pejabat lainnya untuk membuat permohonan beralih pada Jabatan Fungsional Madya secara sukarela. Di mana Jabatan tersebut setara dengan eselon III.
Selain itu, terdapat pembatasan usia bagi jabatan fungsional, yaitu maksimal 56 tahun sudah statusnya beralih, bukan usia saat membuat usulan.
“Sementara saya sudah berumur 57 Tahun dan Pak Khairul sudah 58 tahun,” kata Taufieq dalam chat tersebut.
Berdasarkan hal itu, Taufieq menyimpulkan, jika pihak BKD belum mendalami atau memahami aturan kepegawaian terkait peralihan jabatan dari struktural ke fungsional.
Namun, jika pihak BKD memahami aturan terkait hal ini, kata Taufieq, berarti Plt Kepala BKD membuat jebakan “Batman” yang dapat berimplikasi sangat buruk bagi pemohon.
Pasalnya, bila dalam rotasi atau pergeseran yang Gubernur laksanakan nanti, ia bersama Kepala Biro Adpim, bisa saja tidak ikut bergeser, tapi “non status.” Artinya, bukan kepala OPD, bukan juga pejabat fungsional Madya, namun bisa sama dengan penjabat fungsional pelaksana (staf).
Mengapa bisa ada kemungkinan demikian, ujar Taufieq, karena sudah tidak dinilai lagi dan hanya dilampirkan surat permohonan tersebut kepada BKN, sehingga ketika BKD NTB mengajukan atau meneruskan surat permohonan Jabatan Fungsional Madya tersebut, pastilah tidak bisa diproses lebih lanjut.
“Karena memang persyaratan usia sudah tidak memenuhi, sehingga yang akan terjadi pada teman-teman akan permanen menjadi Jabatan fungsional pelaksana (staf) yang usia pensiunnya 58 tahun. Sehingga pak Khairul bisa langsung pensiun karena sudah usia pensiunnya. Menurut pribadi saya, inilah rencana “kezaliman” nyata di depan mata,” tegas Taufieq.
Lakukan Verifikasi Ulang
Berdasarkan hal itu, Taufieq merasa belum yakin, jika tawaran tersebut merupakan perintah langsung dari Gubernur dan Wakil Gubernur NTB. Ia menduga, ada “tangan jahil” yang memanfaatkan situasi ini.
Karena itu ia berharap, apabila nilai assessment tinggi atau bahkan buruk sekali pada saat Job Fit beberapa waktu lalu, agar Gubernur memanggil pajabat tersebut. Tujuannya untuk menanyakan atau memverifikasi ulang atas penilaian yang asseor berikan.
“Dan ini bukanlah bermakna bahwa kami tidak percaya terhadap Assesor atau siapa saja yang terlibat dalam proses asesmen ini. Tapi, lebih semata-mata untuk menemukan keadilan sejati dalam ketidaksempurnaan kita sebagai manusia biasa,” kata Taufieq dalam isi pesan yang ia kirim di grup tersebut.
Terkait denga isi chat tersebut, Taufieq membenarkannya, bahwa ia mengirimnya ke salah satu grup WhatsApp yang berisikan para Kepala OPD lingkup Pemprov NTB.
Kepada NTBSatu ia mengaku, Plt Kepala BKD NTB memanggilnya sekitar tiga hari setelah pelaksanaan Job Fit tersebut.
Namun Taufieq menganggap bahwa persoalan ini sudah selesai. Sebab, antara internal Pemprov NTB sudah melakukan koordinasi atas persoalan ini. Ia pun mengaku belum menandatangani surat permohonan peralihan ke jabatan fungsional tersebut.
“Jadi terkait chat yang beredar itu, saya tidak tahu siapa yang edarkan. Karena admin sudah menghapusnya selang beberapa menit. Admin yang hapus sudah sampaikan pada saya alasan ia menghapus chat itu, dan saya terima alasan beliau, dan itu kami anggap tidak ada dan selesai,” ungkap Taufieq, Jumat, 18 April 2025.
Sementara itu, Plt Kepala BKD NTB, Yusron Hadi belum memberikan keterangan atas persoalan tersebut. Pesan WhatsApp yang NTBSatu kirim belum mendapat balasan. (*)