
Mataram (NTBSatu) – Akhir tahun 2024 menyisakan banyak pelajaran berharga bagi perkembangan politik dan pemerintahan. Baik di tingkat daerah maupun nasional.
NTB misalnya, kilas balik ke belakang, banyak peristiwa, polemik, dan berbagai masalah di Pemerintahan Provinsi NTB. Dalam satu tahun terakhir, masalah transisi kepemimpinan, birokrasi, fiskal daerah, dan sejumlah permasalahan lainnya kerap menjadi pembahasan.
Berawal saat pergantian kepemimpinan, dari Zul – Rohmi ke pimpinan sementara atau Penjabat (Pj.) Gubernur NTB, Lalu Gita Ariadi.
Peralihan kepemimpinan itu terjadi pada tahun lalu, tepatnya 24 Juni 2023. Waktu resmi Gita dilantik menjadi Pj. Gubernur NTB. Meski demikian, kepemimpinan Gita berlanjut di tahun 2024, hingga ia diberhentikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, pada 21 Juni 2023. Kurang lebih setelah sembilan bulan menjabat.
Mengawali tahun 2024, Gita banyak menghadirkan kejutan. Salah satunya langsung melakukan mutasi dan rotasi. Tepat pada 10 Januari 2024, Inspektur Inspektorat NTB, Ibnu Salim dilantik menggantikan Fathurrahman sebagai Pj. Sekda Provinsi NTB.
Menjadi tanda tanya, kenapa Fathurrahman diganti? Padahal berdasarkan regulasi, seharusnya pemberhentian dilakukan jika ada faktor kinerja kurang baik dan sebagainya.
Alih-alih Gita berterus terang soal kinerja Fathurrahman. Justeru ia memberi pujian atas kinerjanya. Bahkan, ia memberi nilai sembilan dari 10 atas kinerja Asisten I Setda Provinsi NTB tersebut.
Berangkat dari situ, banyak menimbulkan spekulasi bahwa pergantian Pj Sekda tersebut berdasarkan kepentingan pribadi Gita sendiri.
Salah satunya muncul dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB. Dewan Pengawas FITRA NTB, Hendriadi Djamal menjelaskan, mutasi memang kewenangan Pj. Gubernur, Lalu Gita Ariadi.
“Mutasi biasanya dilakukan berdasarkan hasil evaluasi. Mungkin dari sana dilihat tupoksi sebagai (Pj.) Sekda yang belum pas atau ada yang belum dijalankan. Sehingga diperlukan mutasi,” katanya kepada NTBSatu, Kamis, 11 Januari 2024.
Meski begitu, waktu tiga bulan sebenarnya tidak cukup untuk menilai atau mengukur kinerja seorang pejabat. Karena itu, Hendri menilai, mutasi ini tidak hanya berkaitan dengan kinerja saja. Tapi ada hal lain. Salah satunya, dugaan adanya politik birokrasi.
Apalagi Lalu Gita Ariadi sendiri memberikan nilai 9 dari 10 terhadap kinerja Fathurrahman sebagai Pj. Sekda NTB.
“Penilaian Pj kan 9 dari 10. Ini lebih ke politis. Kalau memang nilainya 9, kenapa tidak dipertahankan?,” tanya Hendri.
Gita membantah, jika pergantian tersebut murni berdasarkan hasil evaluasi dalam tiga bulan sekali.
“(Kinerja Fathurrahman, red) sudah bagus untuk penyelesaian anggaran. Besok bagaimana (lagi) tantangannya, maka kita (bekerja) berdasarkan situasi tantangan yang kita hadapi ke depannya,” kata Gita, 10 Januari 2024 usai melantik Ibnu Salim sebagai Pj. Sekda.
Apakah Fathurrahman tidak siap menghadapi tantangan itu, sehingga Ibnu Salim menggantiaknnya? Kembali Gita membantah dengan tegas.
“Tadi saya katakan (alasan) Pak Fathurahman diganti, karena per tiga bulan kan boleh dievaluasi. Siapa tau ini (Pj . ekda) kita pergilirkan untuk proses mengetahui talenta-talenta (calon Sekda). Jadi kita punya stok kader-kader bagus yang berkompeten,” tegasnya.
Setelah mengganti Pj. Sekda, di akhir Januari 2024 mencuat isu, Mendagri juga bakal mengganti Pj. Gubernur NTB. Hal itu setelah beredarnya Surat Keputusan (SK) Mendagri di berbagai group WhatsApp dan media sosial lainnya.
Mantan Kepala DPMPTSP NTB itu menyampaikan, jabatan yang sedang diembannya sekarang hanya bersifat penugasan. Artinya, ketika kesempatan itu selesai, maka semua akan berakhir.
“Ada Surat Keputusan (SK) kita kerja, tidak ada SK, saya kembali jadi Sekda. Tidak ada masalah, saya kerja saja,” ungkapnya.
Meski demikian, dugaan tersebut akhirnya terjawab. Pada Juni 2024 lalu, Gita resmi berhenti menjadi Pj. Gubernur NTB. Pj. Gubernur Sumatera Utara, Hassanudin menggantikannya.
Dugaannya, pemberhentian Gita menjadi Pj. Gubernur NTB karena ada keinginan maju di Pilkada. Benar saja, rumor Gita maju di Pilkada menguat, hal itu setelah ia terang-terangan melakukan pendaftaran penjaringan bakal calon di beberapa partai politik (parpol). Meski pada akhirnya ia batal maju di Pilkada NTB 2024, lantaran tidak memiliki kendaraan parpol.
Rencananya, pada Pilkada lalu, Gita akan maju bersama Sukiman Azmi, eks Bupati Lombok Timur. Sayang, tidak ada parpol yang nyantol ke mereka. Alhasil, menyisakan tiga kandidat saja. Sedangkan, tim Gita-Sukiman sendiri berpencar mengambil posisi sebagai tim sukses di kubu masing-masing tiga paslon tersebut.
Pengamat sekaligus Wadir IV Politeknik Medica Farma Husada (MFH), Dr. Alfisahrin, M.Si., menyampaikan, penggantian Gita merupakan pilihan yang tepat. Hal ini untuk mengakhiri spekulasi, bahwa dia tidak netral dalam Pilkada serentak 2024.
Di mana menjelang kontestasi Pilkada, Gita kerap memainkan sejumlah manuver politik, membuat kredibilitas dia sebagai birokrat terlihat tak netral.
“Bisa saya katakan saat itu dia kehilangan legitimasi di kalangan masyarakat. Karena ketika dia ditunjuk sebagai Pj., dia punya tugas untuk menyelesaikan masalah stunting, inflasi, kerusakan ekologi. Bahkan soal penataan birokrasi yang lebih profesional,” ungkap Alfisahrin kepada NTBSatu, Minggu, 29 Desember 2024.
Ia mengatakan, kehadiran Hassanudin sebagai Pj menggantikan Gita, merupakan langkah yang tepat dari Kemendagri untuk mengakhiri sejumlah spekulasi dan kontroversi yang muncul di publik.
“Memang ada indikasi Gita teribat dalam kegiatan politik praktis. Ini kenapa Pemerintah Pusat mengambil langkah antisipatif untuk menciptakan kondisi birokrasi yang kebih netral dan kondusif di NTB,” terangnya.
Sementara Mendagri, Tito Karnavian menyampaikan, penggantian Pj. Gubernur ini, karena Gita ingin maju dalam Pilkada 2024. Dalam pidatonya selepas melantik Hassanudin, Tito menyebut bahwa Lalu Gita sempat bertemu dengannya dan menyampaikan keinginan untuk diberi ruang yang lebih luas dan waktu yang cukup membangun jejaring dalam rangka pemenangan.
“Saya terjemahkan ini keinginan mengundurkan diri dan otomatis saya harus menyiapkan pengganti,” ujar eks Kapolri itu, Senin, 24 Juni 2024.
Sebelum meninggalkan kursi nomor satu di Bumi Gora ini, Gita meninggalkan banyak jejak. Salah satunya dalam hal tata kelola birokrasi. Tepat pada 25 Maret 2024 lalu, Gita akhirnya melakukan mutasi pertama kalinya sejak menjabat sebagai Pj. Gubernur.
Gita melakukan mutasi terhadap 76 pejabat eselon III dan IV. Tersebar di seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB. Menurutnya, mutasi ini sebagai upaya untuk penyegaran pejabat Pemprov NTB.