Petinggi di Pemprov NTB mulai gelisah pasca-Operasi Tangkap Tangah (OTT) Ahmad Muslim terkait proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) 2024. Kabid SMK Dinas Dikbud NTB ini mulai bernyanyi. Belum lagi proyek DAK SMA masuk radar Kejati NTB. Penelusuran Tim Lipsus NTBSatu, segelintir oknum yang menggodok rantai pengerjaan proyek di ruang gelap, berdampak amburadulnya realisasi fisik.
——————————
Mendung dibalut suhu dingin Tanggal 6 Desember 2024 tak meredakan emosi Ismail. Warga Desa O’o Kecamatan Donggo ini lantang menolak proyek SMAN 1 Donggo dikerjakan kontraktor dari daerah lain. Ismail bersama sejumlah warga, mengusir paksa pekerja yang sedang merakit besi cor.
Pekerja yang diupah CV NU ini mengalah dan memilih keluar dari area proyek. Polisi dari Polsek Donggo turun mengamankan situasi. Video pasca-pengusiran sampai ke NTBSatu. Tampak polisi berjaga jaga di sekitar proyek yang sepi pekerja.
Sesuai SPK yang diperoleh, SMA 1 Donggo mendapat jatah Rp500 juta untuk rehab laboratorium Biologi dan Fisika. Termasuk pembangunan ruang Tata Usaha, UKS dan ruang belajar. Totalnya Rp1 miliar lebih.
Prahara mencuat ketika proyek dikerjakan CV NU yang diklaim berasal dari luar Donggo. Padahal berdasarkan SPK awal, dikerjakan oleh kontraktor lokal.
Kabar pengusiran juga terjadi di SMA 3 Donggo. Alasannya sama, kecemburuan kontraktor lokal pada keputusan Dinas Dikbud NTB menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) kepada rekanan luar.
Ribut ribut soal rebutan SPK proyek hanya sebagian dari prahara yang timbul dari pengaturan proyek DAK Dikbud NTB tahun 2023 dan 2024. Masih ingat mantan pejabat eselon II yang diduga mengatur distribusi anggaran proyek proyek lingkup OPD?. (Ngaku Kepercayaan Pj. Gubernur NTB, Mantan Pejabat Diduga Sisir Proyek di Sejumlah OPD).
Prahara mulai dari sini. Oknum inisial HLS yang mengaku dekat dengan Pj Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi saat itu, diduga menyisir sejumlah OPD untuk identifikasi proyek. Termasuk Dikbud NTB terkait proyek fisik pada Bidang SMA, SMK dan SLB senilai Rp186 Miliar.
Oknum difasilitasi oleh salah seorang pejabat teras Pemprov NTB inisial F membahas pengaturan DAK dan proyek di OPD lainnya. “PPK DAK dan semua PPK di OPD dipanggil. Pertemuan itu dilakukan di ruangan F (disebutkan lengkap),” ujar sumber NTBSatu di Pemprov NTB.
Peristiwa terjadi beberapa bulan setelah Gita Ariadi dilantik sebagai Pj. Gubernur NTB. Namun belakangan ia menyangkal. “Tidak perlu dikembangkan, itu spekulasi. Banyak sih orang yang mengaku orang dekat saya,” jawab Gita Jumat 13 Oktober 2023.
Awalnya skenario penetapan rekanan oleh oknum tersebut berjalan lancar. Rekanan yang ditunjuk, harus menyetor 12 persen dari total pagu proyek.
Kontraktor inisial B salah satu yang kecipratan proyek. Diberitakan sebelumnya, pemilik CV M asal Bima ini kebagian proyek di dua SMA di Bima. Nilai proyek sekitar Rp1,5 miliar lebih. B menyetor Rp390 juta.
Selain B, AR salah satu kontraktor asal Dompu juga sumringah karena dipastikan dapat proyek dengan syarat setor DP. Bedanya, B transfer hanya Rp390 juta lebih, sedangkan AR nilai transfernya fantastis mencapai Rp1,5 miliar. Transfer dilakukan pertengahan 2024 lalu lewat BH, orang kepercayaan PPK Dinas Dikbud SMA inisial LS.
“Uang itu uang pinjaman. Saya lupa kapan saya serahkan, yang jelas tahun ini,” kenang AR kepada NTBSatu, Senin 23 Desember 2024.
Transfer itu untuk mengunci pengerjaan proyek SMAN 2 Madapangga Bima dan SMAN 1 Pajo Dompu.
Sejumlah Kontrak Buyar
Tapi semua set up berantakan setelah Lalu Gita Ariadi diberhentikan dari jabatannya sebagai Pj Gubernur NTB per tanggal 21 Juni 2024. Mendagri Tito Karnavian memberhentikan Gita Ariadi sebelum waktunya, kemudian menerbitkan pengganti Mayjen TNI (Purn) Hassanudin yang sebelumnya menjabat Pj Gubernur Sumatera Utara (Sumut).
Pergantian jabatan ini terindikasi mengubah total formasi penunjukan rekanan pelaksana proyek.
“Awalnya sudah diatur semua kontraktor yang kerja. Tapi berantakan setelah pergantian Pj Gubernur,” ujar sumber di Pemprov NTB yang mengetahui pihak pihak terlibat dalam pengaturan proyek.
Kontraktor yang sudah ditetapkan sebelumnya “tersapu”. Diganti dengan kontraktor lain. Sebagaimana pengalaman B, pemilik CV M asal Kabupaten Bima dan AR, asal Dompu.
Soal perubahan komposisi rekanan karena dipengaruhi pergantian jabatan Pj. Gubernur, Asisten III Setda NTB H. Wirawan Ahmad enggan mengomentari. Karena penunjukan pelaksana adalah teknis melekat pada PPK. “Saya tidak dalam kapasitas mengomentari, karena penunjukan rekanan ini kan teknis sekali. Semua di tingkat PPK,” tegas Wirawan Ahmad.
Kini, pil pahit harus ditelan AR. Kontraktor asal Dompu ini alih alih mendapatkan SPK proyek di SMAN 2 Madapangga Bima dan SMAN 1 Pajo Dompu, uang muka Rp1,5 miliar tak kunjung dikembalikan BH dan LS.
“Sampai sekarang uang saya belum kembali,” sesalnya.
AR semakin resah karena LS sulit dihubungi. Nomor orang yang disinyalir keluarga dekat Kepala Dinas Dikbud NTB Aidy Furqan itu tidak aktif lagi.
“Setelah kasus ini mencuat, nomor LS (disebutkan lengkap, red) tidak aktif,” ujarnya.
NTBSatu memperoleh beberapa bukti transfer yang mengarah ke LS melalui perantaranya.
AR tak sendiri jadi korban. Setidaknya empat orang juga mengalami nasib serupa. Mereka telah menyerahkan uang, namun proyek zonk.
Kini para kontraktor itu ramai ramai melapor ke Inspektorat Provinsi NTB. Terlapor dalam hal ini LS sebagai PPK. Materi laporan terkait dugaan pemerasan dan gratifikasi proyek.
“Laporannya sudah masuk. Bahkan sudah dilakukan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terhadap pengusaha yang merasa dirugikan,” kata Plt. Inspektur Inspektorat NTB, Wirawan Ahmad kepada NTBSatu, Senin 23 Desember 2024.
“Yang diadukan PPK yang telah menerima fee, tapi tidak memberikan proyek,” tegas Wirawan singkat.
Selanjutnya, akan dilakukan pemanggilan terhadap Lalu Sucandra untuk klarifikasi terkait pengaduan para kontraktor tersebut.
“Selanjutnya, akan kami sampaikan ke pimpinan dalam hal ini pak Pj. Gubernur, apakah hasil pemeriksaan ini ditindaklanjuti ke audit investigasi atau langsung diserahkan ke APH,” tandas Wirawan.
Perasaan dag dig dug juga sedang hinggapi perasaan para kontraktor yang berharap uangnya kembali.
Cerita serupa juga dibenarkan salah satu kepala sekolah. Ia mengetahui persis bagaimana suplier material “dipajak” LS melalui orang-orang kepercayaannya.
Jumlahnya pun bervariasi dan bertahap. Pertama Rp130 juta pada 6 September 2024, kemudian keseokannya Rp2 juta. Selanjutnya Rp130 juta pada 8 September 2024.
Sumber menyebut, praktik seperti bukan hal baru terjadi di Kabupaten Bima. “Kalau itu hampir semua. Informasi yang saya dapat, mereka dimintai uang (dengan transfer), tidak langsung LS,” jelasnya kepada NTBSatu.