Kota Bima (NTBSatu) – Pundu Nence merupakan gugusan pegunungan di wilayah bagian timur Kota Bima, yakni Kelurahan Lelamase, Kecamatan Rasanae Timur.
Puncak gunung dengan ketinggian 1050 MDPL ini, terbilang cukup mudah untuk pendaki pemula. Sehingga, banyak pendaki mendatangi gunung Pundu Nence ini.
Selain melalui perjalanan yang cukup memace adrenalin dan adaptasi dengan suhu dingin, Pundu Nencu juga menyimpan potensi wisata lain. Salah satunya, sejarah.
Sebab, pada destinasi wisata ini masih terdapat dua situs yang bertahan hingga kini. Dua benda bersejarah itu, Meriam dan ulekan raksasa atau cobe dalam bahasa lokal warga Bima.
Untuk Meriam, terdapat tiga buah dan semuanya masih utuh. Bentuknya yang terbuat dari baja juga membuatnya sangat kokoh. Tiga meriam itu terletak di tengah kawasan hutan perbukitan Pundu Nence.
Tiga Meriam
Menurut cerita turun temurun warga, meriam ini merupakan peninggalan penjajah Belanda yang sempat dirampas warga pribumi. Meriam lantas dipakai untuk melawan penjajah.
Namun sejarawan Bima, Alan Malingi dalam tulisannya “Menguak Misteri Kehidupan di Pundu Nence”, menyebut meriam tersebut peninggalan bangsa Portugis.
Hasil riset sederhananya dengan wawancara ke warga lokal, Meriam yang sebelah timur bernama Ruma Dewa. Tengah bernama Palu Ale, dan yang sebelah barat bernama Nggali Nggoma. Nah, nama Nggali Nggoma ini sama dengan nama meriam yang ada di benteng Asa Kota.
Ulekan Raksasa
Kemudian, ulekan raksasa atau cobe yang umumnya dipakai untuk memproduksi bumbu, menurut cerita turun temurun, untuk mendukung daya tahan saat peperangan. Ulekan ini untuk menumbuk bubuk mesiu.
Penelitian Alan Malingi, cobek dari batu dan beberapa perkakas dari batu serta batu bersusun serta tertata rapi bisa jadi merupakan artefak peninggalan kehidupan masa lampau di Bima. Banyak kalangan yang memprediksi bahwa di masa lalu ada kehidupan yang perlu digali untuk sejarah tanah Bima.
Meriam dan cobe ini jadi daya tarik bagi wisatawan lokal atau pendaki yang naik maupun turun dari puncak Punce. Tak jarang mereka memanfaatkan kesempatan langka ini dengan mengabadaikan momen, berfoto atau membuat konten video di atas meriam.
Hanya saja, kondisi dua situs sejarah ini kurang terawat. Tidak ada pagar atau upaya perlindungan agar meriam tetap awet. Sementara ulekan raksasa rusak karena pecah.
Tapi apapun kondisi dua situs sejarah ini, harus ada upaya bersama masyarakat khususnya pendaki bersama Pemerintah Kota Bima untuk menjaga dan merawat. Sebab upaya pelestarian sejarah, sama dengan merawat sumber inspirasi objek pariwisata lokal kita. (*)