Oleh: Enriansyah – Ketua Umum HMI Komisariat Hukum Unram
Setelah memantau perkembangan demokrasi di NTB, banyak kecacatan yang di warnai dengan pembungkaman terhadap masyarakat, pemuda, dan mahasiswa.
Dalam sejarah Demokrasi, NTB menjadi salah satu provinsi paling buruk dalam hal kebebesan berpendapat.
Berangkat dari pelaporan mahasiswa oleh DPRD NTB, hanya karena melakukan pengrusakan gerbang kantor DPRD saat melakukan aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu.
Aksi itu pada Tanggal 23 Agustus 2024, aliansi mahasiswa melakukan aksi mengawal Putusan MK Nomor 60/PUU-XXll/2024 tentang Persyaratan Ambang Batas Pengusungan Pasangan Calon Kepala Daerah. Aksi itu juga serentak dilakukan di berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Tidak hanya demokrasi, Ketua DPRD Provinsi NTB, Baiq Isvie Rupaeda juga telah mencederai lembaga kedaulatan rakyat, membungkam hingga tragis melaporkan mahasiswa NTB.
Jika dibandingkan dengan daerah lain, mahasiswa yang melakukan pengerusakan fasilitas umum lebih-lebih gerbang DPRD, tidak satupun dilaporkan
Namun, giliran di NTB merusak hal receh seperti itu justru dilaporkan. Ketua DPRD NTB tidak boleh menyimpulkan, satu-satunya penyelesaian masalah dengan menempuh jalur hukum atau memenjarakan mahasiswa. Masih banyak cara lain yang lebih manusiawi, elegan, dan kekeluargaan.
Ini membuktikan Ketua DPRD NTB, kehilangan nurani kepemerintahannya, juga ingin mematikan gerakan mahasiswa, dan menakut-nakuti mahasiswa.
Pendapat saya, generasi seperti itu mesti di dorong dan diberikan panggung. Juga, menjadi perhatian utama pemerintah, sebab mereka punya spirit menjaga kestabilan Demokrasi.
Kepada Kapolda NTB dan Kejaksaan Tinggi NTB untuk tidak semata melihat rusaknya gerbang telah memenuhi delik Pasal 170 KUHP.
Tetapi, mempertimbangkan tujuan aksi tersebut adalah semata memenuhi hak konstitusinya dan negara berkewajiban melakukan penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM tiap warga negara. Aksi saat itu jelas tujuannya penyelamatan demokrasi. (*)