Lombok Timur (NTBSatu) – Nasib pilu dialami masyarakat selatan Lombok Timur. Khususnya daerah Keruak dan Jerowaru. Mereka hanya menjadi ‘barang dagangan’ pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
Hingga saat ini, masih banyak persoalan kemiskinan daerah di wilayah pesisir. Sekadar kebutuhan dasar untuk masyarakat selatan pun belum terpenuhi, seperti air bersih, sanitasi hingga akses pembuangan dan pengelolaan sampah.
Hingga 2023, capaian pemenuhan SPM air minum Kabupaten Lombok Timur berada pada angka 86,75 persen rumah tangga. Artinya, sekitar 13,25 persen rumah tangga di daerah tersebut belum terlayani air bersih.
Data BPS tahun 2022 menyebut, sumber air utama penduduk di Lombok Timur bersumber dari sumur atau mata air terlindungi sebanyak 69,02 persen. Dari sumur bor atau pompa dengan presentase 15,71, ledeng 10,02 persen, sumur atau mata air tidak terlindungi 2,45 persen. Selebihnya, mereka mendapatkan air dari air kemasan. Ada juga dari sungai, danau, waduk, dan air hujan.
Selain akses rumah tangga terhadap air bersih terbatas, kualitas air bersih yang dibeli pun sangat buruk. Dari total 54 keluarga nelayan di wilayah selatan, 42,9 persen mendapat air bersih dengan membeli eceran, dan 68.52 persen menggunakan pipa. Namun kualitas air ledeng masih berbau, berasa, dan berwarna.
Sementara terkait sanitasi layak, menurut hasil Susenas 2023, persentase rumah tangga di NTB yang memiliki fasilitas tempat BAB sendiri mencapai 79,32 persen. Sedangkan 20,68 persen lainnya masih menggunakan MCK komunal atau tidak memiliki sama sekali. Imbasnya, banyak masyarakat pesisir, termasuk di Lombok Timur yang BAB di laut.
Tanggapan FITRA NTB
Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, Hamdi, menyatakan wilayah pesisir sudah selayaknya mendapat perhatian khusus oleh pemerintah daerah. Terlebih karena menjadi kantong kemiskinan daerah.
“Persoalan akses air bersih hingga saat ini belum dapat ditangani. Rumah tangga yang sebagian besarnya adalah nelayan tradisional dan petani lahan kering, bergantung pada layanan air bersih para penjual air,” kata Hamdi dalam pertemuan dengan Pemda Lombok Timur, Rabu, 28 Agustus 2024.
Hasil kajian FITRA tahun 2019-2021, menunjukkan rendahnya kualitas layanan air minum dan fasilitas sanitasi memiliki relevansi dengan tata kelola anggaran yang tidak mempertimbangkan kebutuhan perempuan miskin dan karakteristik wilayah pesisir.
“Hal ini terlihat dari perencanaan anggaran yang belum sensitif gender. Kemudian, alokasi anggaran tidak mencukupi dan belanja anggaran tidak tepat sasaran,” terang Hamdi.
Tanggapan KPPI
Sementara, Sekjen Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) Lombok Timur, Siti Nuria mengatakan, penduduk miskin yang berdomisili di kawasan pesisir rentan menderita gangguan kesehatan. Penyebabnya adalah buruknya layanan air minum dan infrastruktur sanitasi di permukiman mereka.
Gangguan kesehatan tersebut di antaranya berupa penyakit kulit, diare, demam berdarah, malaria, dan tuberkolosis paru.
“Masyarakat kita di pesisir banyak yang tidak sadar kalau sakit pinggang dan macam-macam yang mereka alami itu akibat air yang tidak bersih,” ungkap Ria.
Sebelumnya, Pemkab Lombok Timur mendapat kucuran puluhan miliar rupiah dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pemerintah pusat untuk membangun Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Pantai Selatan.
Namun infrastruktur yang dicanangkan mulai beroperasi April 2024 itu belum mencakup kebutuhan air bersih seluruh masyarakat selatan Lombok Timur. Khususnya Kecamatan Jerowaru dan Keruak.
Sementara pihak PDAM Lombok Timur menyebut, tidak tersentuhnya masyarakat selatan akibat debit air pada SPAM tersebut belum terpenuhi. Dari target debit 150 liter per detik, baru sepertiga yang tercapai.
Desakan ke Pemda Lombok Timur
Karenanya, Koalisi Perempuan untuk Sanitasi, Sampah, dan Air (PASSIR) Lombok Timur mendesak Pemda Lombok Timur mengambil sejumlah kebijakan. Pertama, memberikan perhatian khusus melalui kebijakan program dan anggaran untuk oriantasi peningkatan perekonomian perempuan pesisir.
Kedua, mengembangkan kebijakan air bersih, sanitasi dan persampahan berorientasi wilayah pesisir. Memprioritaskan pemenuhan air bersih, sanitasi yang layak dan aman, dan pengelolaan sampah yang berbasis pada peningkatan ekonomi perempuan pesisir.
Terakhir, memastikan keterlibatan kelompok perempuan pesisir, lansia, disabilitas, dalam proses, perencanaan dan penganggaran di sektor Air, sanitasi, dan kebersihan (WASH). (*)