Lombok Timur (NTBSatu) – Pihak Lembaga Pelatihan Kerja atau LPK Isekaken buka suara setelah ramai tudingan pihaknya melakukan penipuan kepada tiga calon peserta magang ke luar negeri.
Direktur LPK Isekaken, Royany mengatakan, penundaan pemberangkatan peserta magang tersebut lantaran terkendala prosedur. Yaitu, perubahan status di Jepang dari negara agraria ke pariwisata.
“Jadi itu bukan gagal berangkat, tetapi pemberangkatan mereka di-stop sementara,” kata Royany, Rabu, 14 Agustus 2024.
Ia menyebut, tiga peserta yang belum berangkat tersebut mendaftar untuk bekerja di sektor agraria. Namun Jepang saat ini sudah mengurangi penerimaan lowongan di sektor tersebut.
“Saya sudah mengarahkan siswa saya yang tiga ini menggunakan keahlian lain, tapi mereka saat ini tidak mau. Mereka ngotot untuk meminta kembali berkasnya, itu kan tidak bisa,” ucapnya.
Ia menegaskan, tidak ada gagal pemberangkatan. “Yang ada kita sedang carikan agensi baru untuk menampung mereka,” ujar Royany.
Diduga Jadi Korban Penipuan
Sebelumnya, tiga peserta magang tujuan Jepang asal Kabupaten Lombok Timur, diduga menjadi korban penipuan sebuah LPK.
Ketiga terduga korban itu adalah Lalu Ramadanensa, Muhammad Ziyadul Khair, dan Lalu Ipan Jati Awangsa. Ketiganya berasal dari Kecamatan Terara, Lombok Timur.
Modusnya dengan memungut uang untuk pemberangkatan calon peserta magang. Selain itu, LPK juga mencatut nama Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Lombok Timur.
Ini tidak lain untuk meyakinkan peserta. Namun nyatanya, calon peserta tersebut tak kunjung berangkat ke tujuan. Malah, pihak LPK terus menarik biaya pemberangkatan.
Atas kejadian tersebut, para korban melapor ke Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Lombok Timur. Ketiga korban mendapat pendampingan kuasa hukum, Lalu Junaidi, pada Senin, 8 Juli 2024.
Junaidi mengungkapkan, sebelumnya ketiga korban mendaftarkan diri sebagai peserta magang di LPK terkait. Pendaftaran itu pada tahun 2022 lalu.
Pada 2022, lanjut Junaidi, sesuai brosur korban memilih program yang nilainya Rp5-10 juta. Namun di tengah perjalanan, Direktur LPK tersebut justru kembali menarik biaya pemberangkatan .
“Karena proses terlanjur berjalan, tiga korban mengeluarkan kembali pembayaran. Di mana pembayaran yang seharusnya hanya Rp10 juta membengkak menjadi Rp45 juta,” kata Junaidi. (*)