Kota Bima

Marak Kasus Kekerasan, LPA Kota Bima Ingin Pemberitaan Media Lebih Ramah Anak

Kota Bima (NTBSatu) – Kasus kekerasan terhadap anak marak terjadi di kalangan masyarakat, tak terkecuali di Kabupaten dan Kota Bima.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Bima, Muhammad Fikrillah menyampaikan, kasus kekerasan terhadap anak di Kota Bima beragam. Namun yang paling banyak terjadi adalah kasus bullying.

“Kasus kekerasan fisik, psikis, dan seksual terhadap anak juga menjadi catatan di Kota Bima,” kata Fikrillah pada kegiatan ngAJI Jurnalistik oleh Aji Mataram Biro Bima, Jumat, 21 Juni 2024 di Perpustakaan Kalikuma, Kota Bima.

Lantaran demikian, Fikrillah berharap, setiap kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kota Bima khususnya, agar pemberitaan yang disajikan lebih ramah anak dan berprespektif pelindungan anak.

“Berita kekerasan anak ini agar sebisa mungkin dikemas rapi supaya tidak menguat ke publik. Seperti penggunaan diksi dan kalimat yang lebih ramah terhadap anak,” ungkapnya.

Fikrillah menjelaskan, pemberitaan yang ramah anak sudah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Jurnalistik.

Beberapa di antaranya, Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan ats UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam peraturan tersebut ditegaskan, anak yang menjadi pelaku tindak pidana harus dilindungi identitasnya dari pemberitaan media massa.

Kemudian, UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga mengatur, identitas anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban dan anak saksi tindak kejahatan wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media.

“Identitas meliputi nama anak, nama orang tua, alamat, wajah, nama sekolah, dan hal-hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri anak. Termasuk keluarganya,” tuturnya.

Berita Terkini:

Secara khusus, juga diatur dalam Kode Etik Jurnalistik. Pada Pasal 5, yakni melarang media dalam pemberitaannya mengungkap identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal tersebut juga kemudian telah diubah dengan Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) yang menyatakan wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Dengan demikian, wartawan tidak hanya harus merahasiakan identitas anak pelaku kejahatan, tapi juga anak korban dan saksi tindak kejahatan,” bebernya.

Tindak kejahatan terhadap anak, baik berupa kekerasan seksual, fisik, maupun psikis menjadi atensi semua pihak. Termasuk oleh wartawan dari segi pemberitaan.

Berdasarkan penelitian salah satu lembaga di Jakarta, kata Fikrillah, dari 101 kesalahan berita yang melanggar ketentuan tentang hal tersebut, 13 di antaranya dilakukan oleh wartwan yang sudah bersertifikat dari Dewan Pers.

Sementara 63 di antaranya dilakukan oleh wartawan yang belum bersertifikat. Sedangkan sisanya belum diketahui.

“Kalau di Bima belum ada penelitian yang menyeluruh soal itu, demikian juga laporan-laporan tentang keluhan pemberitaan yang tidak memenuhi standar tentang ramah anak tersebut,” sebutnya. (MYM)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button