Daerah NTB

Ustaz Asal NTB Jadi Penerjemah Khotbah Wukuf Arafah 1445 H

Mataram (NTBSatu) – Ustaz Ahmad Musyaddad Harom asal NTB mendapat kepercayaan menjadi penerjemah khotbah wukuf Arafah hari ini, Sabtu, 15 Juni 2024 atau 9 Zulhijah 1445 H waktu Arab Saudi.

Ia menerjemahkan secara langsung ke dalam bahasa Indonesia, khotbah Arafah yang disampaikan Imam Besar Masjidil Haram, Syeikh Maher Al Muaiqly dari Masjid Namirah, Arafah. Tahun ini menjadi kali ketiga Ahmad mendapatkan kepercayaan untuk menjadi penerjemah dari Kerajaan Arab Saudi.

“Program penerjemah khotbah wukuf Arafah ini baru berlangsung lima tahun terakhir. Alhamdulillah, ini kali ketiganya saya mendapat kepercayaan,” katanya, dalam keterangan resmi Kementerian Agama, Sabtu, 15 Juni 2024.

Proses menerjemahkan khotbah wukuf Arafah ini telah selesai ia lakukan. Ahmad melakukannya dari Masjidil Haram, karena tidak berhaji tahun ini.

“Kebetulan tahun ini tiga hari berturut-turut saya menerjemahkan, Khutbah Jumat, Arafah, dan Iduladha,” ujarnya, yang sehari-hari sebagai penerjemah khotbah di Masjidil Haram.

Menurutnya, materi khotbah wukuf Arafah yang akan disampaikan tentang nilai Islam yang universal. Meliputi membangun tauhid dalam jiwa, memelihara maslahat, manfaat, dan mencegah mudarat dalam kehidupan.

Selain itu, ada pesan-pesan moderasi untuk bagaimana benar-benar memperhatikan nilai-nilai, menjaga maslahat, manfaat, dan kebaikan dalam kehidupan. Serta, menghindarkan keburukan untuk orang lain.

“Intinya tentang nilai dasar syariat yang kita punya,” jelas Ahmad.

Jadi Penerjemah Khotbah di Masjidil Haram Sejak 2015

Ahmad bergabung di Masjidil Haram sejak 2015. Ia mengikuti tes penerjemah di kampus Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta, yang merupakan kampus binaan Al Imam University, Riyadh.

Lulusan MTs dan MA di Pondok Pesantren Nurul Hakim, Kediri, Lombok Barat, itu menyelesaikan pendidikan S1 Fakultas Syariah LIPIA. Ia lalu melanjutkan S2 prodi Ekonomi Islam di Universitas Ibnu Khaldun, Bogor. Kemudian, menuntaskan S3 prodi pendidikan Islam juga di kampus yang sama. 

“Saat mengikuti seleksi penerjemah di LIPIA, saya sudah lulus S2 dan baru semester 2 di S3,” kata pria yang lahir pada 1985 di Mataram itu.

Ahmad menceritakan, ada lima orang yang lulus seleksi waktu itu. Mereka berangkat pada 2015 ke Riyadh. Selama sebulan, ia mendapat pembekalan dulu di kampus Al Imam University. Baru kemudian ke Mekah.

Setelah di Masjidil Haram, baru ditentukan dua orang menjadi penerjemah khotbah di Masjidil Haram dan tiga orang di Masjid Nabawi.

Tinggal Sembilan Tahun di Mekah

Sudah sembilan tahun Ahmad tinggal di Mekah. Oleh pihak kampus, ia mendapat tunjangan tempat tinggal dengan menyewa apartemen di daerah Jarwal, tak jauh dari Masjidil Haram.

“Sehari-hari saya naik skuter ke Masjidil Haram,” tuturnya.

Selain menjadi penerjemah, Ahmad mendirikan lembaga edukasi Hashanah Mekah. Lembaga tersebut melayani jemaah haji dan umrah yang ingin tur melihat fasilitas Masjidil Haram dan mengikuti jejak sirah di sekitar Masjidil Haram.

Lembaganya kini berubah menjadi Sekolah Muthowif Indonesia (SMI). Sudah ada empat kelas pesertanya. Pada musim haji ini, ada 800 jemaah haji yang mengikuti program jejak sirah. Singgah ke rumah Abu Bakar As-Siddiq, Rumah Rasulullah, Istana Raja, hingga rumah Siti Khadijah.

“Kami ceritakan tentang kehidupan Nabi dari usia 1 tahun hingga menikah, rumah tangga Nabi, hingga beliau hijrah. Program itu biasanya berlangsung selama dua jam sejak selesai Subuh,” kata Ahmad.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button