Mataram (NTBSatu) – Salah satu angkutan tradisional masyarakat Lombok yakni cidomo. Angkutan menggunakan tenaga kuda ini menjadi daya tarik wisata yang unik bagi pengunjung.
Banyak wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Lombok ingin merasakan sensasi naik cidomo untuk menjelajahi tempat-tempat wisata di sekitar Lombok, seperti Pantai Senggigi, Pura Batu Bolong dan lainnya.
Akan tetapi, di Kota Mataram, cidomo hanya dapat ditemukan di beberapa titik, khususnya di pasar tradisional saja. Penumpangnya adalah ibu-ibu yang membawa belanjaan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Mataram Abd Rachman mengatakan dari dulu sudah ada wacana untuk mentransformasikan cidomo sebagai alat angkut wisatawan.
“Seperti di Jogja, bahkan Bali. Tetapi hal ini belum bisa berjalan karena konsep transformasi tersebut belum ditemukan dari dinas terkait,” jelasnya
Berita Terkini:
- Sebelum Gubernur Terpilih Dilantik, Hassanudin akan Dievaluasi Kemendagri 9 Januari 2025
- Dunia WWE Berduka, Rey Mysterio Meninggal Dunia
- DAK Fisik Tahap III Pemprov NTB Terancam Tidak Cair, Sekda: Semua Sudah Clear
- TPA Kebon Kongok Overload, Iqbal Janji Pengelolaan Sampah Jadi Prioritas
Abd Rachman juga mengatakan, cidomo sudah tidak bisa dilihat di setiap tempat. Akan tetapi hanya di beberapa pinggiran jalan tertentu, begitu pun dengan jalur yang dilewati.
“Tanpa disadari, cidomo ini sudah tergerus. Akan tetapi di sanalah peran pemerintah selaku pelayan masyarakat, bagaimana merencanakan agar cidomo tidak hilang tetapi bisa dipergunakan lebih inovatif,” harapnya.
Ia menambahkan, kalau permasalahan kotoran kuda yang mengganggu faktor tergerusnya cidomo, masih bisa diatur, dengan adanya regulasi dan perangkat.
Selain itu, Kota Mataram memiliki paket city tour yang di mana wisatawan dapat mengelilingi Kota Mataram dengan bus yang telah disediakan.
“Wisatawan juga bisa menggunakan cidomo keliling di sekitar Mataram. Contohnya Mayura, atau saat malam hari mengelilingi seputaran Udayana dengan diberikan hiasan lampu,” jelasnya.
Ia berharap agar cidomo tetap ada dan terjaga kelestariannya, sehingga bisa menjadikan ciri khas dan warisan alat transportasi dari Lombok. (WIL)