Mataram (NTBSatu) – Film Dirty Vote karya sutradara Dandhy Dwi Laksono merupakan karya dokumenter eksplanatori kecurangan pemilu 2024 yang disampaikan tiga orang ahli hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.
Melalui film tersebut, Mantan Jurnalis televisi dan pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia itu menggambarkan adanya pengerahan instrumen kekuasaan dengan tujuan memenangkan pemilu 2024.
“Penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di demi mempertahankan status quo. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara,” tulis caption dalam akun Dirty Vote.
Salah satu kecurangan yang dibeberkan secara lugas dalam film itu, yakni keterlibatan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan memberi karpet merah bagi kelompok tertentu.
Misalnya, pada saat pendaftaran partai politik (parpol), KPU memanipulasi data Partai Gelora sehingga bisa lolos verifikasi. Kemudian, ada upaya kesengajaan membuat salah satu partai politik diterima agar memiliki lawan yang sepadan, seperti Partai Ummat dengan PAN, PKN dengan Demokrat, dan Partai Gelora dengan PKS.
Berita Terkini:
- Sebelum Gubernur Terpilih Dilantik, Hassanudin akan Dievaluasi Kemendagri 9 Januari 2025
- Dunia WWE Berduka, Rey Mysterio Meninggal Dunia
- DAK Fisik Tahap III Pemprov NTB Terancam Tidak Cair, Sekda: Semua Sudah Clear
- TPA Kebon Kongok Overload, Iqbal Janji Pengelolaan Sampah Jadi Prioritas
Komisioner KPU NTB, Zuriati pun turut merespons dugaan kecurangan tersebut. Dirinya mengaku, telah secara terbuka sejak proses awal pelaksanaan pemilu 2024.
“Semua kami lakukan secara transparan dan terbuka sejak awal. Mulai dari verifikasi parpol, pencalonan, dan penetapannya kami terbuka. Tidak ada informasi yang ditutup-tutupi,” tegasnya kepada NTBSatu, Senin, 12 Februari 2024.
Dalam proses verifikasi parpol, contohnya, memang ada yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Namun, itu semua berdasarkan fakta.