Mataram (NTBSatu) – Masalah stunting menjadi isu kesehatan yang mengemuka di Provinsi NTB. Pasalnya berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022, Provinsi NTB memiliki angka prevalensi stunting (APS) tertinggi ke-4 di Indonesia, yaitu 32,7 persen.
Sementara berdasarkan data Pemprov NTB melalui sistem elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (E-PPGBM) tahun 2022 dengan input 99.58 persen, angka stuntingnya sebesar 16,84 persen.
Kemudian, pada tahun 2023, angka stunting NTB sebesar 13,78 persen dengan input E-PPGBM 98.00 persen.
Angka dari E-PPGBM 2023 tersebut sangat memuaskan, karena telah melampaui target Nasional tahun 2023, yakni 16 persen. Meskipun telah melampaui target nasional, tidak boleh cepat berpuas diri.
Sebab, menurut Majelis Adat Sasak (MAS) salah satu penyebab masalah stunting di NTB, khususnya Pulau Lombok adalah karena mitos gizi makanan ibu hamil.
Berita Terkini:
- MDMC Gelar Program “Karang Tangguh” di NTB, Upaya Tekan Risiko Dampak Bencana
- Debat Baru Mulai, Calon Wali Kota Bima Nomor Urut 3 Tinggalkan Podium
- Senator Evi Apita Maya Tegaskan Dukung Zul-Uhel di Pilgub NTB 2024
- SMKPP Negeri Bima akan Teruskan Pertanian Berkelanjutan
Misalnya, ketika seorang ibu suku Sasak sedang hamil, ada pantangan untuk mengonsumsi gurita, udang, cumi-cumi, kerang, ikan-ikanan seperti ikan hiu, jantung pisang, salak, nanas, duren, dan bijian-bijian atau kacang-kacangan yang keras.
Termasuk, saat proses menyusui ada pantangan, yaitu tidak boleh mengonsumsi makanan pedas, pisang, labu, dan ikan.
Bahkan, ketika sudah melahirkan pun sang ibu hamil hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam, dilarang makan dan minum banyak (terutama makan makanan yang amis seperti makanan laut, telur, daging, dan terasi).