Mataram (NTB Satu) – Museum Negeri NTB sedang berusaha meningkatkan perannya sebagai wadah untuk pemajuan kebudayaan NTB. Dalam rangka itu, Museum Negeri NTB telah menggelar seminar bertajuk ‘Revitalisasi Peran Museum Masa Kini’ di Aula Samalas, Museum Negeri NTB, Senin, 26 Juni 2023.
Selain meningkatkan perannya, seminar tersebut bertujuan membangun kerja antara Museum Negeri NTB dengan museum-museum lain secara lintas negara.
Dalam diskusi tersebut, menghadirkan dua narasumber yakni, Kepala Museum NTB, Ahmad Nuralam, SH., MH., dan Emeritus Curator of Southeast Asian Art and Material Culture at Museum and Art Gallery Northern Territory, Australia, James Bennett, Ph.D.
Peserta yang hadir berjumlah 40 orang. Terdiri dari Bidang Kebudayaan Dinas Dikbud Kabupaten/Kota, Kepala Desa, dan Mahasiswa.
Saat diskusi, Ahmad Nuralam, membahas tentang konsep Museum Negeri NTB. Sedangkan, James Bennett, membahas peran museum masa kini.
Kepala Museum Negeri NTB, Ahmad Nur Alam, SH., MH, menyampaikan, dalam seminar kali ini akan membahas terkait dengan rencana strategis Museum Negeri NTB. Rencana strategis itu tertuang dalam tema strategisnya yakni, ‘Kotaku Museumku, Kampungku Museumku’ dan peran museum dalam melestarikan serta merawat kebudayaan.
“Hal ini perlu kita diskusikan. Sebab, berdasarkan 10 Kabupaten/Kota, baru ada dua Kabupaten/Kota yang memiliki Museum,” ungkapnya, Senin, 26 Juni 2023.
Ia mengatakan, berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Daerah Pemerintah NTB, pengelolaan museum merupakan urusan wajib dan menjadi keharusan. Ahmad pun merincikan, bahwa pengelolaan museum di tingkat pusat dikelola oleh pusat, tingkat provinsi dikelola oleh pemerintah provinsi, dan ditingkat Kabupaten/kota dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.
Sehingga, menurutnya, urusan kebudayaan itu merupakan urusan wajib yang harus menjadi perhatian bagi kabupaten/kota, terutama di NTB.
“Karna barang-barang peninggalan yang bernilai kebudayaan yang kita miliki itu sangat banyak tersebar di masyarakat dan itu menjadi perburuan kolektor. Hal inilah harusnya menjadi catatan bagi kita bersama bahwa benda bernilai kebudayaan itu harus kita lindungi,” imbuhnya.
Ia juga berharap, ke depan museum harus menyesuaikan dengan perkembangan waktu. “Sehingga mudah-mudahan dalam diskusi kita pada hari ini (Senin, 26 Juni 2023) memberikan kita banyak hal. Kami juga mendorong agar universitas-universitas yang ada di NTB ini punya museum,” harapnya.
Sementara itu, Emeritus Curator of Southeast Asian Art and Material Culture at Museum and Art Gallery Northern Territory, Australia, James Bennet, Ph.D., mengatakan, pada tahun 2001 ia sebagai kurator menyelenggarakan pameran dengan judul ‘Cerita Dalam Kain’ di Darwin Australia. Bahkan, pada saat itu, Museum Negeri NTB sangat membantunya dalam kunjungan lapangan di Lombok.
“Saya di Lombok pada tahun itu. Melalui dukungan museum, saya dapat bertemu dengan tokoh-tokoh besar Sasak dan menghubungkan kembali koleksi kain Sasak yang berada di dalam museum Australia dengan tenun aslinya. Sehingga orang Australia dapat lebih memahami dan menghargai kekayaan tradisi tekstil di Pulau Lombok”, tuturnya.
Ia menceritakan, bahwa dirinya baru-baru ini sangat beruntung melihat secara langsung perkembangan dan perubahan yang dinamis di Museum Negeri NTB dengan melibatkan komunitas lokal melalui program jadwal pameran. Hal ini mencerminkan pengakuan nasional terhadap era museum di Indonesia dan kontribusi Museum Negeri NTB terhadap sektor pendidikan, pariwisata dan hiburan.
“Saya mengucapkan selamat kepada bapak Kepala Museum Negeri NTB dan semua staf atas semangat dan komitmen mereka untuk secara kreatif menghadapi tantangan masa kini. Ini merupakan tanggung jawab kami semua sebagai pejabat museum baik di Indonesia maupun di Australia untuk melangkah keluar dari comfort zone. Serta, mencari cara inovatif dan fleksibel untuk menghidupkan koleksi-koleksi bagi pengunjung museum,” jelasnya.
Pada abad ke-19, lanjut James, di kawasan negara eropa, ide museum lahir pada saat yang sama dengan pameran internasional yang berbentuk ruang-ruang pameran barang perdagangan. Seperti kerajinan dan kesenian eksotis dari mancanegara.
Semakin lama, tambahnya, pameran internasional itu mengalami pergeseran makna dan fungsi di abad 20. Sehingga, menurutnya, konsep mall modern, seperti di epicentrum pada dasarnya berakar dari konsep pameran internasional yang lama.
“Kalau kita bandingkan di Indonesia betapa mengherankan menyaksikan kepopuleran mall dikalangan keluarga dan anak muda, Itu berapa banyak orang yang mengunjungi mall setiap hari, seperti contohnya mall epicentrum. Meskipun dengan daya pengeluaran yang terbatas dibandingkan dengan jumlah orang yang mengunjungi museum,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa ide-ide mall ini memiliki potensi yang memang telah dimanfaatkan oleh beberapa museum di mancanegara. Namun, museum, seperti Museum Negeri NTB sangat unik dan memiliki keistimewaan yang tidak pernah bisa ditiru oleh pusat perbelanjaan, seperti mall.
“Saat saya melihat pameran itu, saya menyadari bahwa Museum Negeri NTB ini adalah lembaga berbentuk museum situs untuk sejarah semua potensi,” pujinya. (JEF/*)