Mataram (NTB Satu) – Fungsional Perencana Ahli Muda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB, Hartati melakukan monitoring program kerja sama Pemerintah RI dengan Unicef periode 2021-2025 yang berlangsung pada 7 Juni hingga 8 Juni 2023 di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur.
Menjadi salah satu dari 13 provinsi di Indonesia yang mendapatkan intervensi, di NTB berlangsung 4 dari 7 komponen program Unicef, yaitu: program gizi; program air, sanitasi, dan kebersihan; program kesehatan; dan program perlindungan anak.
Salah satunya program Aksi Bergizi yang telah berlangsung sejak tahun 2019 di SMPN 1 Labuapi, Kabupaten Lombok Barat. Untuk mencegah anemia pada remaja, satu kali seminggu di hari rabu, bertujuan mencegah anemia pada remaja, para siswa diberikan sarapan bersama, minum obat penambah darah, dan literasi gizi.
Kepala SMPN 1 Labuapi, Ahmad Ansori mengatakan, Aksi Bergizi bertahan cukup lama di sekolahnya karena aksi ini mendukung kurikulum merdeka terkait literasi, numerasi, dan diferensiasi.
Baca Juga:
- Kapal Rute Poto Tano – Pelabuhan Kayangan Kandas, Seluruh Penumpang Selamat
- UMP NTB Naik Jadi Rp2,6 Juta, Pj Gubernur Beraharap tak Ada PHK
- Pj Gubernur NTB Panggil Kadis Dikbud, Sebut Kabid SMK Berpotensi Dicopot
- Kabid SMK Dikbud NTB Ancam Kontraktor Sebelum Diduga Terima Pungli Rp50 Juta
Sementara Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV (SUPD IV) Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ir. Zanariahari menyampaikan, bahwa monitoring terpadu ini ingin melihat kendala praktik di lapangan.
“Jika sesuai kriteria, akan direplikasi ke tempat lain,” ujar Zanariahari.
Sementara itu, salah satu siswa SMPN 1 Labuapi menceritakan, dengan adanya aksi bergizi, ia menjadi paham bagaimana merawat badan yang sehat, makan makanan bergizi, melakukan aktivitas fisik, dan meminum tablet penambah darah.
Masih di Kabupaten Lombok barat, di hari pertama, tim juga mengunjungi Desa Kediri, desa yang aktif mencegah pernikahan dini.
Kepala Desa Kediri menyampaikan bahwa dalam perjalanannya, Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) setempat menghadapi tantangan. Kerja sama dengan majelis taklim tentang bahayanya pernikan dini menjadi salah satu solusi yang dilakukan.
Selain itu, ia juga mengisahkan terkait ikhtiar yang tidak mengenal waktu. “Kapan kami dengar ada rencana pernikahan dini, saat itu juga kami datangi rumahnya. Di sini tidak boleh lebih dari tiga hari, harus diselesaikan sebelumnya” ujarnya.
Menutup sambutan, ia berharap ke depannya semua desa di Kabupaten Lombok Barat memiliki KPAD. (MKR)