Daerah NTB

NTB Terus Perkuat Forum Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

Mataram (NTB Satu) – Konsepsi bersama dengan Pemprov NTB terus memperkuat Forum Mitigasi/Adaptasi Perubahan Iklim lintas sektor pemerintah. Hal ini sangat diperlukan untuk mengokohkan komitmen bersama dalam rangka memonitoring dan evaluasi Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim (RAD API) dan Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK) Provinsi NTB.

Rizki Muhammad dari Yayasan Islamic Relief Indonesia mengatakan, fakta-fakta perubahan Iklim sudah sangat dirasakan dampaknya oleh masyarakat saat ini. Masyarakat internasional pun sudah menaruh perhatian yang besar terhadap isu-isu perubahan iklim ini. Indonesia sebagai salah satu penghasil emisi karbon yang cukup besar diharapkan juga terus memberi atensi yang kuat pada isu-isu ini.

“Di tahun 2021 ada 3000 bencana, salah satunya bencana hidrometeorologi dengan kerugian mencapai Rp115 triliun,” ujar Rizki Muhammad dalam acara Seri Pelatihan untuk Peningkatan Kapasitas dan Memperkuat Forum Mitigasi/Adaptasi Perubahan Iklim Lintas Sektor Pemerintah dalam Rangka Monitoring dan Evaluasi RAD API dan RAD GRK Provinsi NTB yang berlangsung di Mataram, Kamis 25 Agustus 2022.

Untuk mencegah atau mengurangi dampak perubahan iklim dan gas rumah kaca, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan net zero emission atau karbon netral di tahun 2050.

Islamic Relief Indonesia bersama dengan Konsepsi, Pemprov NTB dan stakeholders lainnya melakukan penilaian dan evaluasi terhadap RAD API dan GRK di 9 OPD di 10 kabupaten/kota dengan metode budget tagging. Di level Provinsi, penilaian dan evaluasi dilakukan di 17 OPD untuk kegiatan tahun 2020 – 2021. Ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar anggaran yang diberikan pemerintah daerah terhadap isu perubahan iklim ini.

Sementara itu Direktur Konsepsi Dr. Moh Taqiuddin mengatakan, tagging anggaran untuk isu-isu kebijakan pembangunan berketahanan iklim dan penurunan gas rumah kaca untuk tahun anggaran 2020 – 2021 masih terus berjalan. Hal ini menjadi penting dilakukan karena pemerintah daerah dan pemerintah memang harus memiliki visi yang sama untuk memperbaiki kualitas hidup manusia melalui pembangunan yang berketahanan iklim dan upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.

“Di prediksi ada peningkatan suhu 0,45 – 0,7,5 drajat celsius beberapa tahun mendatang dan bahkan 30 tahun kedepan 1,5 drajat celsius peningkatan suhu bumi. Kemudian hal ini berdampak pula pada perubahan curah hujan, kenaikan permukaan air laut dan gelombang ekstrem,” kata Taqiuddin.

Dampak perubahan iklim terhadap perekonomian masyarakat juga sangat tinggi. Berdasarkan laporan Bappenas, potensi kerugian ekonomi akibat bencana hidrometeorologi sebagai dampak perubahan iklim ini mencapai Rp544 triliun 2020 – 2024 dengan sektor yang terbesar di sektor pesisir dan kelautan disusul sektor pertanian, kesehatan dan sumber daya air.

Sementara itu Sekretaris Dinas DLHK Provinsi NTB Syamsuddin mengatakan, Pemprov NTB sudah berkomitmen untuk mewujudkan karbon netral di tahun 2025 mendatang. Banyak upaya yang sedang dilakukan di NTB untuk mewujudkan hal itu, salah satunya dengan menggencarkan transisi energi fossil dengan energi baru terbarukan.

“Dan kolaborasi dengan semua pihak akan mempercepat terwujudnya perbaikan iklim di daerah kita,” ujarnya.

Kegiatan yang digelar ini merupakan kerjasama Konsepsi bersama Yayasan Relief Islamic Indonesia dengan dukungan Forum CivIslamic Relief Swedia melalui Proyek Deepening Climate Change Adaptation for Prosperity (DECCAP). (ZSF)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button