Mataram (NTB Satu) – Fenomena masyarakat pengatur lalu lintas atau biasa disebut Pak Ogah di beberapa titik persimpangan Kota Mataram belakangan ini menuai pro kontra. Sebagian orang terbantu dengan kehadiran Pak Ogah yang bisa mengurai kesemrawutan lalu lintas. Sebagian lagi terganggu karena kinerjanya yang dirasa kurang profesional.
Seperti yang diamati oleh seorang warga Pagesangan bernama Muslim. Sering kali Pak Ogah tersebut tidak bersikap layaknya profesional ketika mengatur lalu lintas, dimana kerap ia hanya mendahulukan pengendara yang memberikan imbalan berupa uang.
“Saya lihat begitu, yang ngasih uang pasti dikasih lewat,” ujar Muslim kepada NTB Satu.
Pada Rabu pagi, 27 Juli 2022, NTB Satu mencoba menyambangi beberapa lokasi yang sering menjadi titik operasi para Pak Ogah tersebut, seperti di persimpangan depan Universitas Mataram (Unram), persimpangan Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat), persimpangan dekat Asrama TNI Gebang, dan simpang tiga Jalan Dakota.
Namun pagi itu praktik Pak Ogah tampak sepi di sejumlah titik di Mataram. Aktivitas Pak Ogah hanya terpantau di simpang empat Kampus Ummat.
Saat ditemui di dekat Kampus Ummat, ternyata Pak Ogah yang mengenakan rompi hijau dengan lambang Kepolisian tersebut seorang penyandang tunaganda, yaitu tidak dapat mendengar dan berbicara sehingga sulit mendapatkan informasi jelas darinya. Selain dengan rompi, ia juga dilengkapi dengan peluit dan bendera, namun tidak dengan identitas pengenal.
Menurut seorang juru parkir di sekitar kampus Ummat, Nengah, Pak Ogah yang kami temui saat itu berasal dari Narmada. Namun bukan hanya dia yang beroperasi di titik tersebut, melainkan bergantian dengan beberapa temannya yang juga mengalami disabilitas.
“Temannya ada enam kalau tidak salah saya hitung-hitung. Dia mulai di sini dari pertengahan puasa kemarin, banyak dia dapat uang,” ujar Nengah.
Selama bertugas, ia menyebut Pak Ogah tersebut pernah satu kali melakukan tindakan yang sangat beresiko. Saat itu, ia menyetop laju ambulance yang sedang membawa pasien dari arah selatan.
“Pernah sekali ada ambulans dari selatan, jalurnya disetop karena dia (Pak Ogah) tidak dengar. Ada juga tertabrak dari belakang karena tiba-tiba berhenti ngasih uang,” kenang Nengah.
Kejadian tersebut menjadi indikasi, bahwa Pak Ogah tersebut tidak memiliki keterampilan yang memadai.
Sekitar sebulan yang lalu, lanjut Nengah, Pak Ogah tersebut pernah ditertibkan oleh petugas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Mataram. Pak Ogah itu dilarang beroperasi dan semua propertinya disita. Namun besoknya lagi, Pak Ogah yang lain kembali beroperasi.
Penertiban fenomena berulang tersebut dibenarkan oleh Kepala Dishub Kota Mataram, M Saleh. Menurut Saleh, jalanan Kota Mataram belum membutuhkan adanya Pak Ogah karena arus lalu lintas yang terbilang cukup lancar.
“Lalu lintas kita lancar, padatnya hanya pada hari dan jam tertentu. Kalaupun padat dan macet, petugas kita pasti di sana, karena sudah kita jadwalkan rutin,” tegas Saleh.
Selain itu, tidak ada regulasi pemerintah yang memperbolehkan warga sipil untuk melakukan pengaturan atau rekayasa lalu lintas.
“Di rompinya itu ada tulisan satu instansi, tapi anehnya kok instansi itu tidak bereaksi, padahal sudah kami koordinasikan. Selain itu juga, Dinas Sosial perlu mengambil bagian dalam hal ini, karena fenomena ini tidak hanya perihal lalu lintas melainkan sudah masuk persoalan sosial,” tutup Saleh. (RZK)