Mataram (NTB Satu) – Bidang pustaka tidak dapat dipisahkan dengan bidang pendidikan. Maka, anggaran untuk kebutuhan perpustakaan dan pendidikan, seharusnya merata. Namun, di NTB pemerataan anggaran untuk perpustakaan dan pendidikan tidak berlaku.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB, Julmansyah M.Ap., mengatakan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB mendapatkan 20 persen anggaran melalui APBD. Namun, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB tidak mendapatkan apapun dari anggaran tersebut. Padahal, pustaka dan pendidikan adalah hal yang tidak dapat dipisahkan.
“Bila ada institusi pendidikan, pasti terdapat perpustakaan. Tapi, kami tidak pernah mendapatkan anggaran sebagaimana yang didapatkan tetangga kami, yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, yang dialokasikan dana sebesar 20 persen dari APBD,” ungkap Julmansyah dalam Webinar Duta Baca Indonesia: Darurat Buku Indonesia, Rabu, 25 Mei 2022.
Julmansyah menyampaikan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB seharusnya turut mendapatkan dana yang dialokasikan untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tersebut. Sebab, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan merupakan satu keping mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
“Oleh karena itu, kami harus diberi dana juga agar terdapat keberpihakan anggaran. Sebab, semenjak saya menjabat Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan NTB, sejumlah komunitas literasi baru merasakan bahwa NTB memiliki perpustakaan,” ujar Julmansyah.
Terakhir, Julmansyah menceritakan, telah berkeliling dan berkolaborasi ke 28 titik lokasi komunitas literasi bersama Duta Baca Indonesia, Gol A Gong. Kegiatan tersebut berjalan tanpa anggaran dan murni mengandalkan proses kolaborasi.
“Dinas Pendidikan dan Kebudayaan punya Dana BOS, dapat dimanfaatkan untuk belanja buku. Tapi, fakta di lapangan kepala sekolah sering mengirimkan surat ke Dinas Perpustakaan dan Kearsipan untuk meminta buku, padahal kami uang tidak punya. Hal ini sangat tidak make-sense,” pungkas Julmansyah. (GSR)