Mataram (NTB Satu) – Sembilan kabupaten/kota di NTB tercatat berada di level II PPKM atau zona kuning Covid-19 berdasarkan data Dinas Kesehatan NTB pada Selasa, 10 Mei 2022. Hanya Kota Mataram yang berada di level I atau zona hijau. Dinas Kesehatan NTB menyebut kondisi itu bukan disebabkan oleh mudik dalam rangka Idulfitri 1443 H.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan NTB, Badarudin, S.Kep.Ns., MM., mengatakan, pada mudik Idulfitri 1443 H lalu, tidak terdapat masyarakat terpapar Covid-19. Padahal, risiko terpapar jauh lebih besar dikarenakan masyarakat berkumpul.
“Dengan tidak adanya kasus Covid-19 pada mudik lebaran kemarin, saya rasa masyarakat sukses dalam menerapkan protokol kesehatan,” ungkap Badarudin, ditemui NTB Satu di ruang kerjanya, Kamis, 12 Mei 2022.
Menurut Badarudin, permasalahan Covid-19 saat ini, banyak masyarakat tidak ingin menghadapi tes Covid-19. Situasi tersebut, cenderung berbeda dengan peraturan pada masa awal Covid-19 berkembang.
“Tidak seperti dahulu, kalau mau ke mana-mana, masyarakat harus tes-swab terlebih dahulu. Sementara, penetapan kriteria warna pada zona-zona tertentu, masih menggunakan sistem yang lama. Saya kira aturannya perlu ditinjau kembali,” ujar Badarudin.
Standar target tes Covid-19 adalah 1:100 penduduk per minggu. Namun, masyarakat kerap tidak ingin melewati tes Covid-19.
“Di masa kini, tidak ada lagi orang yang mau mengeluh Covid-19 dan dites. Orang-orang cenderung akan marah bila tiba-tiba diharuskan tes swab. Selain itu, kami juga tidak bisa menggugat regulasi. Saya kira, itulah letak permasalahan utamanya,” ucap Badarudin.
Badarudin memberitahu, tingkat keterpaparan Covid-19 di NTB masih memadai. Begitu pula proses vaksinasi. Namun, dengan aturan baru, Mendagri mengeluarkan status wilayah per dua minggu sekali. Jadi, selama dua minggu tersebut, status penyebaran Covid-19 tetap tidak bisa diganggu gugat hingga dalam waktu dua minggu, walaupun di zona suatu wilayah tidak ada penularan.
Mengenai perubahan aturan, Badarudin menuturkan, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia ialah pengatur kebijakan utama. Sedangkan, Dinas Kesehatan NTB, hanya melaksanakan aturan belaka.
“Seandainya dilakukan terus regulasi yang dahulu, maka angkanya mungkin akan lebih jelas. Namun, bila tidak terdapat indikasi ketika melakukan tes, maka orang-orang mungkin akan marah,” jelas Badarudin.
Badarudin menyarankan, agar masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan. Sebab, pandemi belum berakhir. (GSR)