Bima (NTB Satu) – Tidak banyak yang tahu, sebuah dusun terpencil di Kabupaten Bima terdapat tumbuhan sejenis parasit namun bernilai tinggi.
Tumbuhan menjalar yang disebut Vanili (Vanilla planifolia), tumbuh subur milik Ibrahim, warga RT 09 Dusun Loka Bawa Desa Maria Utara Kabupaten Bima.
Bahan pengharum makanan ini berpotensi bikin pelaku budi dayanya jadi Sultan karena selain harga tinggi, juga bernilai ekspor ke Benua Amerika dan Eropa.
Bayangkan, harga pasar vanili kering bisa mencapai Rp 5,2 juta sampai Rp 6 Juta per kilogram, pernah tembus harga 650 US$ tahun 2018 atau setara Rp 9,4 juta (kurs hari ini).
Vanili ditanam Ibrahim di sepanjang jalur sungai sekitar area lahan miliknya, tumbuh di bawah pohon rindang seluas 40 are dan disebut parasit karena hidup menjalar di batang pohon lain.
Keadaan alam Desa Maria dan Kecamatan Wawo umumnya yang masih tropis, mendukung Vanili tumbuh subur.
Ibrahim adalah satu satunya petani yang serius mengembangkan komoditi ini. Bahkan ia rela ke Flores NTT untuk membeli bibit dan mempelajari pembibitannya tahun 2006 lalu dan bertahan sampai saat ini mengembangkan tumbuhan asal Meksiko ini.
Kenang Ibrahim, ia menemukan potensi besar itu secara tak sengaja saat jadi ojek. Ketika berbincang dengan salah seorang penumpang, memberitahukan potensi Vanila. “Saya langsung lepas kerjaan ojek, berangkat ke Flores cari bibitnya. Saya belajar dari cara semua teknik budidayanya, supaya hasilnya ada,” kata Ibrahim yang memang getol bertani.
Pulang dari NTT ia nekad menanam meski jenis ini jadi komoditi asing di Bima dan NTB umumnya. Mulai lah ia menanam di sepanjang bibir sungai yang banyak tumbuhan liat. Tak butuh waktu lama, dalam kurun waktu setahun ia sudah panen empat kali.
Bank Indonesia Perwakilan NTB yang datang bersama ahli botani beberapa waktu lalu, memastikan tanaman Vanili milik Ibrahim salah satu yang terbaik di dunia.
Tapi pria paruh baya ini harus bersabar untuk jadi Sultan di kampungnya. Ia baru baru ini jadi korban penipuan seorang pembeli yang membawa kabur Vanila 100 Kilogram, menyebabkan ia rugi hingga setengah miliar.
Mimpinya menjual Vanili sesuai harga pasar belum juga terwujud karena pasar yang jadi tujuan belum ditemukan.
Iming iming harga tinggi dan akses pasar yang dilontarkan Pemkab Bima saat pertemuan dengan Bank Indonesia Januari 2022 lalu, sampai saat ini tak kunjung terwujud.
“Saat mereka datang, katanya jangan dijual ke tempat lain, biarkan saja dulu, kami carikan pembeli. Harganya tinggi. Tapi sampai sekarang, mereka ndak datang lagi,” ungkapnya.
Ibrahim memang kecewa karena sampai saat ini 10 kilogram hasil panen belum terjual, namun ia tak putus asa dan tetap bertekad menanam Vanili.
Pada sisi lain tetap berharap bantuan mesin pompa air dan biaya pemagaran dari pemerintah, agar perkebunan vanili miliknya berkembang dan bisa dinikmati warga lainnya. (HAK)